Wacana Pilkada Lewat DPRD, LKBHMI PB HMI Minta Mendagri Stop Bikin Gaduh
Luwuk.today, Jakarta – Pilkada lewat DPRD. Wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD kembali mencuat. Hal itu, tak lepas dari keinginan Menteri Dalam Negeri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian yang hendak mengevaluasi pilkada langsung.
Melihat langkah Mendagri, Direktur Eksekutif Bakornas LKBHBMI PB HMI, Abdul Rorano pun angkat bicara. Menurut dia, wacana pengembalian Pemilihan kepala daerah ke DPRD adalah sebuah langkah mundur dalam berdemokrasi.
Bahkan, ide tersebut, bakal menimbulkan sejumlah masalah ketatanegaraan, karena potensial melanggar UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi.
“Wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD menjadi tidak lagi relevan. Tafsir konstitusional atas penyelenggaran pilkada langsung dapat dilihat melalui putusan MK no 97/PUU/XI/2014. Dengan mengamanatkan pembentukan peradilan khusus pilkada, artinya secara konstitusional MK telah meng-amini pelaksanaan pilkada langsung,” ucapnya dalam.keterangan tertulus yang diterima, Minggu (17/11/19).
Selain itu, kata Rorano, sebagai negara yang menganut sistem presidensil, konsekuensinya sistem pemilihan kepala daerah dan Presiden harus sejalan. Sebab hal ini adalah amanah konstitusi (UUD 1945)”.
Dengan wacana itu, ia menyayangkan sikap Mendagri yang berbeda dengan Presiden Jokowi. Karena Presiden Jokowi telah menyampaikan komitmennya dalam mempertahankan dan memastikan pemilihan kepala daerah mendatang tetap dilakukan dengan mekanisme langsung.
“Adanya perbedaan semacam ini justru sangat merugikan pemerintah sendiri. Ini sangat berdampak pada wibawa Presiden dan trust masyakarat terhadap pemerintah,” ungkap dia.
Mestinya dijelaskan Rorano, Mendagri segera hentikan kegaduhan semacam ini, aplagi dengan alasan-alasan klasik yang sudah dibantahkan lewat kajian-kajian akademis.
“Jadi lebih baik Pak Tito Karnavian fokus pada sejumlah persoalan yang lebih urgent, misalnya soal temuan anggota Ombudsman terkait akses data penduduk yang diberikan pada pihak swasta tanpa persetujuan pemilik identitas, karena ini potensial disalahgunakan,” papar dia.[far]