Nasional

Usulan Jadi Komuditas Ekspor, Politisi PDIP: Ganja Memilik Dampak Mudharat Dibanding Manfaat

Foto Usulan Jadi Komuditas Ekspor, Politisi PDIP: Ganja Memilik Dampak Mudharat Dibanding Manfaat
Usulan Jadi Komuditas Ekspor, Politisi PDIP: Ganja Memilik Dampak Mudharat Dibanding Manfaat. Foto: Net

Luwuk.today, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Sonny T Danaparamita mengatakan bahwa tanaman ganja memiliki dampak mudharat lebih besar ketimbang manfaatnya. Meskipun, ganja memiliki banyak kandungan sebagai obat.

“Ganja memilik dampak mudharat yang lebih besar dibanding manfaatnya,” kata Sonny kepada wartawan, Jumat (31/1/2020).

Menurut Sonny, negara sudah melarang peredaran dan pemakaian ganja. Hal itu dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU Narkotika No 22 Tahun 1997, dan kemudian kembali dirubah menjadi UU Narkotika menjadi UU No.35 Tahun 2009.

Kemudian, dalam Permenkes No 50/2018 tentang perubahan penggolongan narkotika, Ganja merupakan salah satu jenis narkotika golongan I.

Sonny menjelaskan, semua tanaman genus-genus cannabis termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

“Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Ganja tergolong dalam psitropika yang dilarang di Indonesia (baik memakai, menanam, maupun menyebarkan),” paparnya.

Sonny menilai, usulan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PSK, Rafli saat rapat kera dengan Menteri Perdagangan, kemarin, tentang ganja menjadi komoditas ekspor merupakan sebuah bentuk peringatan kepada pemerintah melalui Kemendag.

Karena, menurut dia, ketika Kemendag melakukan negosiasi perjanjian perdagangan internasional, harus bisa mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan.

“Saya sendiri memberikan makna lain atas usulan saudara Rafli yang disampaikan ke Menteri Perdagangan tersebut. Di beberapa kalangan, daun ganja (yang memiliki bentuk khas) dijadikan simbol perlawanan atas arus globalisasi. Dan dalam konteks inilah saya memaknakan usulan dari saudara Rafli sebagai bentuk pengingatan kepada Kementerian Perdagangan bahwa dalam membuat persetujuan perdagangan jangan sampai Indonesia hanya mendapatkan dampak negatifnya,” tuturnya.

Sebab, kata Sonny, hingga saat ini, Kemendag masih menggunakan paradigma lama yakni cenderung menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi negara-negara lain untuk menjual produknya.

“Saya sendiri tidak akan berhenti untuk terus mengkritik kementerian perdagangan yang paradigmanya masih cenderung menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi negara-negara lain untuk menjual produknya,” tukasnya.[latoki]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button