Survei: PJJ Dorong Pernikahan Usia Dini dan Kekerasan Anak
LEMBAGA Perlindungan Anak (LPA) di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menyatakan dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) memicu meningkatnya fenomena pernikahan usia dini dan kekerasan pada anak.
LPA sebagai mitra implementator partner Unicef di Jawa Timur melakukan survei PJJ di sejumlah daerah sejak Mei. Survei pada Mei 2020 saat awal pandemi Covid-19, belajar dengan sistem daring membuat anak bosan karena beban tugas sangat tinggi. Bahkan, guru dan orangtua pun juga merasakan hal serupa.
“Kondisi sekarang jauh lebih baik, banyak perubahan karena anak sudah terbiasa belajar jarak jauh. Itu berbeda dengan Mei-April. Saat itu banyak anak, orangtua dan guru kebingungan,” ungkap Ketua LPA Tulungagung Winny Isnaeni, Sabtu (26/9).
Kondisi PJJ semester sekarang, lanjutnya, jauh lebih baik karena guru bisa mengontrol indikator keberhasilan belajar siswa melalui aplikasi. “Sekarang ada pergeseran, guru tidak panik. Semester ini agak siap ketimbang Maret-April,” katanya.
Namun, persoalannya ada pada orangtua. Sebab, mereka banyak yang belum siap anaknya di rumah apalagi mereka sedang bekerja. “Meskipun Dinas pendidikan menyatakan banyak perbaikan, tapi bagi kami masih jauh,” tuturnya.
Pasalnya PJJ memunculkan fenomena kekerasan pada anak. Pemicunya tergantung tekanan yang dialami orangtua. Orangtua yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan merosot sehingga anak jadi sasaran kemarahan. Kekerasan pada anak itu merata di perkotaan dan perdesaan.
“Anak diterangkan tatap muka saja banyak yang ora mudeng (tidak mengerti), apalagi daring. Tidak semua anak punya kemandirian belajar,” ungkapnya.
Seharusnya konstruksi belajar itu tanggung jawab orangtua. Mereka yang seharusnya membelajari anak, adapun guru itu membantu.
Ia menjelaskan survei PJJ pada Mei dilakukan di sejumlah kabupaten/kota di Jatim. Survei itu pada forum anak di grup WhatsApp. Siswa SD, SMP dan SMA/SMK memberikan masukan kepada LPA. Sebagian siswa menyatakan masih bisa keluar rumah untuk pacaran dan nongkrong.
Ada juga fenomena menikah usia dini lantaran bosan dengan kondisi pandemi yang menekan. Hal itu dialami mulai siswa SD, SMP dan SMA. “Itu terjadi hampir menyeluruh di sejumlah daerah, bukan saja di Madura dan Tapal Kuda saja karena ada daerah yang kultur masyarakatnya begitu,” imbuhnya.
Sekarang yang harus dilakukan soal kesehatan dan keselamatan. Untuk itu jangan memaksa anak masuk sekolah, tidak boleh membiarkan anak capek agar imunnya tidak turun. Selanjutnya, yang harus dikonstruksi soal belajar 3 hari dalam sepekan. “Itu yang harus dipahami semua pihak,” pungkasnya.(OL-13)
Baca Juga: Jumlah Positif Covid-19 di India Mendekati Enam Juta
Kategori : Media Eksternal