Seni dan Ilmu Pengetahuan Sebuah Simfoni untuk Habibie
ADA kesamaan antara musik dan pesawat. Sebaik dan sesempurna apa pun sebuah pesawat, tetap saja membutuhkan pilot dan mekanik yang andal. Kalau tidak, jangan harap pesawat itu bisa lepas landas dan mendarat mulus. Begitu pula dengan musik.
Sebagus apa pun musik ditulis, tanpa musikus yang mumpuni, ia akan sulit terdengar indah.
“Beliau meminta saya mengikutsertakan musisi Indonesia yang muda dan hebat karena se bagaimana yang Anda tahu, musik itu seperti pesawat,” ucap musikus yang juga pianis, Ananda Sukarlan, sembari menyampaikan ucapan BJ Habibie di sela-sela pertunjukannya mengenang hari lahir Presiden ke-3 Republik Indonesia itu, Kamis (25/6).
Ananda yang dikenal sebagai salah satu pianis dan penulis musik klasik Indonesia itu menggelar pertunjukan bertajuk Tribute to BJ Habibie by Ananda Sukarlan’s Chamber di salah satu ruang di kediaman Habibie dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Budaya Saya.
Gubahan pertama yang diba wakan Ananda ialah Happy Birthday Remix No 5; Did Elvis Prefer His Martini Shaken or Stirred? Komposisi itu seturut dengan pembukaan acara dan di susul dengan kalimat sapaan. Sama seperti biasanya, dalam konser Ananda selalu ada sesi sapa dan intim bersama para audiens.
“Beliau adalah orang pertama yang membandingkan musik saya dengan sebuah pesawat. Tapi pada kenyataanya, itu sangat benar,” tambahnya.
Pada 2013 lalu, Ananda diminta mendiang Habibie membuat sebuah chamber simphony yang sangat Indonesia. Idenya ialah untuk membuat musik klasik beridentitaskan Indonesia. Identitas kuat berbalut gaya musik klasik ala Beethoven, Tchaikovsky.
Setahun kemudian, akhirnya terwujudlah sebuah chamber simphony yang mengambil musik dari Sulawesi Selatan. Alasannya, Habibie lahir di provinsi itu, tepatnya di Parepare,. Chamber simphony itu bermain selama empat tahun, salah satunya untuk memperingati Ibu Ainun
Habibie.
Pada pertunjukan kali ini, hanya ada 4 musikus yang terlibat. Itu pun tidak bermain bersamaan. Hal itu terkait kesadaran protokol pencegahan covid-19. Pertama, Giovani Biga pada violin dan Bryant Gozali pada selo akan me mainkan Passacaglia on Soleram.
Passacaglia ialah bentuk musik yang berasal dari awal abad ke-17 di Spanyol dan masih digu nakan sampai sekarang oleh para komposer. Sementara itu, Soleram ialah lagu rakyat yang berasal dari Riau. Passacaglia on Soleram juga merupakan bagian dari Ananda Sukarlan’s Chamber simphony No 3 yang berjudul An Ode to The Nation.
Benar saja, Soleram pun berubah menjadi musik yang riang dan menghentak. Bunyi selo yang berat dan lirihan violin yang mengiris seolah menjadi rasa baru untuk menikmati lagu daerah Riau tersebut.
Ketua Yayasan Habibie-Ainun, Ilham A Habibie, mengungkapkan bahwa ada hubungan yang sa ngat erat antara seni dan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak bisa di pisahkan. Ibaratnya, masingma sing merupakan sisi berbeda dari satu keping uang.
“Dua-duanya seperti menunjukkan adanya kecanggihan. Seniman itu, ilmuwan itu adalah seorang yang canggih, yang ber hasil, yang punya pikiran sangat maju dan seninya atau sainsnya merupakan ekspresi daripada kecanggihan itu,” ujar Ilham pada sebuah sesi dalam pertunjukan itu.
Pada kesempatan itu, Ananda juga mengungkap bagaimana Habibie begitu perhatian terhadap budaya bangsa. Bagaimana membentuk identitas musik kla sik Indonesia yang tentunya sangat berbeda dengan musik klasik barat. Identitas itulah yang patut ditunjukkan pada dunia internasional. Ananda me la kukannya lewat karya Rapshodia Nusantara.
Pengantar itulah yang mengawali penampilan pianis muda Michael Anthony yang memainkan Rapshodia Nusantara No 5. Sebagai penutup, Ananda juga memainkan Rapshodia Nusantara No 26. (Zuq/M-4)
Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/323803-seni-dan-ilmu-pengetahuan-sebuah-simfoni-untuk-habibie
Kategori : Media Eksternal