Prof Euis Sunarti: Ketahanan Keluarga Harus Jadi Fokus Utama Pembangunan Manusia Suatu Negara


Luwuk.today, Makassar – Guru Besar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (FEMA-IPB), Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si mengatakan bahwa ketahanan keluarga harus menjadi prioritas dalam penetapan kebijakan pembangunan manusia dalam suatu negara.
Hal itu disampaikan Prof Euis pada Workshop Ketahanan Keluarga yang digelar Muslimah Wahdah Islamiyah di Makassar, pada Sabtu (25/01/2020).
“Ketahanan keluarga dalam suatu masyarakat perlu diperhatikan dan harus menjadi fokus utama pemerintah dalam menetapkan kebijakan pembangunan manusia suatu negara”, ujarnya.
Menurut Ketua GiGA (Penggiat Keluarga) Indonesia (Giga Keluarga) ini memahami peran keluarga dalam membentuk suatu individu sangat penting. Selain itu dapat menjadi salah satu penangkal terhadap pengaruh-pengaruh buruk dari luar yang tidak hanya dapat mengganggu individu tersebut tetapi juga dapat meluas dampaknya ketika berhubungan dengan masyarakat lainnya.
“Dan hal ini harus dimulai dengan menjalin hubungan dan kelekatan dengan anak-anak kita, mencintai anak tanpa prasyarat, mengasuh dengan hati menjadi teman cerita bagi anak,” jelasnya.
Ketahanan keluarga lanjut pegiat anti LGBT ini maknanya sangat luas. Ia mencakup bagaimana kemampuan keluarga untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, keluarga itu harus mampu mengenali kerentanannya, mengenali potensi resikonya bagaimana mengenali dan mencegah kerentanan itu terjadi..
Salah satu ancaman yang sangat massif dan sistematis bagi keluarga terang Prof Euis adalah penyimpangan orientasi seksual seperti LGBT dari perilaku dan gerakan pendukungnya.
Workshop dengan tema “Membangun Benteng Peradaban Melalui Keluarga yang Kokoh” ini dihadiri 75 peserta.
Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan basic building konsep ketahanan keluarga Wahdah Islamiyah serta bersinerginya pemikiran dan empati untuk konsep keluarga tangguh yang beriman dan berjihad untuk membangun jamaah dan umat yang bukan hanya sanggup bertahan di tengah arus dekadensi aqidah dan moral, namun juga tetap survive di tengah belitan kesulitan dan problematika keluarga. []