Pemuda dan Problem Pendidikan Kita
Pemuda dan Problem Pendidikan Kita
“Sepertinya ada yang salah dengan konsep dan kurikulum pendidikan kita“.
Luwuk.today -, Imam Syafii umur 6 tahun sudah hapal al-Quran, umur 10 tahun hapal kitab al-Muwatta karangan gurunya Imam Malik dan umur 16 tahun sudah berfatwa. Kita tahu otoritas seorang mufti (ulama yang mampu berfatwa) seperti apa. Ibnu Sina, yang terkenal dg kitab kedokterannya yang berjudul Qanun fi at-Tibb dan dijadikan sbg rujukan dokter-dokter di Eropa selama 500 tahun lebih, menjadi dokter istana umur 18 tahun. Bukan dokter biasa, tp tidak tanggung2 yaitu dokter istana! Tentu istana memilih dokter terbaik di antara dokter-dokter yang ada.
Kita mengenal sahabat Nabi saw bernama Usamah bin Zaid yang pada usia 18 tahun sudah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat waktu itu. Juga Sa’ad bin Abi Waqqash dalam usia 17 tahun sudah berjihad di jalan Allah dan termasuk dari enam orang ahlus syuro. Lalu ada Arqam bin Abil Arqam yang ketika usia16 tahun rumahnya dijadikan markas dakwah Nabi.
Zubair bin Awwam pada usia 15 tahun berperang dan menjadi pengawal Rasulullah. Zaid bin Tsabit pd usia 13 tahun menjadi penulis wahyu dan dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penerjemah Nabi. Atab bin Usaid diangkat oleh Rasullullah saw sebagai gubernur Makkah pada umur 18 tahun.
Mu’adz bin Amr bin Jamuh (13 tahun) dan Mu’awwidz bin ‘Afra (14 tahun) membunuh Abu Jahal, musuh utama kaum muslimin dan jenderal kaum musyrikin, pada perang Badar.
Muhammad Al Fatih pada usia 22 tahun menaklukkan Konstantinopel ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa. Abdurrahman An Nashir pada usia 21 tahun membawa Andalusia (sekarang wilayah Spanyol, Portugal dan sebagian Perancis) mencapai puncak keemasannya.
Tidak usah jauhjauh, Muhammad Yamin merancang teks Sumpah Pemuda (yang hari ini diperingati sbg hari Nasional meski tidak LIBUR 😪) pada usia 25 tahun. Mr. Sugondo yang membacakannya pada waktu itu bahkan baru berusia 23 tahun. Mr. Sunario yang memimpin kongres tersebut waktu itu berumur 26 tahun.
Kalau pemuda kita saat ini (termasuk saya 30an tahun yang lalu) seusia tokoh-tokoh di atas ketika berkiprah sepertinya belum apa-apa, mungkin ada yang salah dengan dunia pendidikan kita. Prof. Nanang Fatah pakar pendidikan dari UPI Bandung, dosen s3 saya di UIKA Bogor, mengatakan mengapa pendidikan SD harus ditempuh 6 tahun, SMP/SMA 3 tahun? Itu bukan harga mati dan bisa direvisi. SD bisa cukup 4 th, SMP/SMA bisa 2 thn, kuliah cukup 3 thn, sehingga lulusan sarjana bisa usia 17 thn dan jika ingin meneruskan ke jenjang lebih tinggi bisa usia 22 tahun sudah menjadi doktor. Mungkin umur 30 thn, jika ia sebagai peneliti sudah bisa meraih hadiah Nobel.
Dr. Adian Husaini, pakar pendidikan Islam mencontohkan, utk lulus S1 perlu 144-160 SKS, katakanlah 150 SKS. Satu mata kuliah rata-rata 3 SKS. Jadi total ada 50 mata kuliah. Jika satu mata kuliah dg 3 SKS butuh 16 pertemuan (trmsk UTS dan UAS) @ 1 jam 45 menit maka utk satu mata kuliah butuh 28 jam utk menyelesaikannya, itu artinya cukup satu minggu dari senin sd jumat dg jam belajar 6 jam sehari (07.00-13.00) utk menyelesaikan 1 mata kuliah. Jadi utk lulus S1 hanya butuh waktu 50 minggu, alias kurang dr 1 tahun. Okelah, tambah libur Ramadhan, akhir tahun, praktikum (bagi jurusan sains), ekstra kurikuler (meski bisa pakai wkt setelah jam 13.00 atau hari sabtu), total 1.5 tahun jadi sarjana S1.
Mari, para pakar pendidikan di Hari Soempah Pemoeda yang tidak libur ini merenungkan kembali sistem dan problem pendidikan kita, mumpung menterinya masih baru dan open mind! []
Penulis: Budi Handrianto (Peneliti INSISTS dan sekretaris Program Studi Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.