Opini

Otoritas

Foto DR. Budi Handrianto
DR. Budi Handrianto

OTORITAS
Oleh: Budi Handrianto
*)

Luwuk.today,- Musibah pandemi penyakit Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini bisa disebut dengan bala’. Padanan katanya fitnah, yaitu ujian atau cobaan berupa kesulitan, kesusahan, kepayahan, tekanan, penyiksaan, penganiayaan, penindasan dan sebagainya. Jika fitnah itu datangnya dari Allah pasti terkandung hikmah di dalamnya. Demikian kata ar-Raghib al-Isfahani dalam kitabnya Mufradat Alfaz al-Quran sebagaimana ditulis dalam makalah Dr. Syamsuddin Arif, Teologi Wabah: Perspektif Islam Tentang Pandemi.

Banyak hikmah sudah kita temukan selama 2-3 bulan kita lock down #dirumahaja. Salah satu hikmah itu, ditulis oleh Dr. Zaini Uthman, adalah kepercayaan masyarakat yang diletakkan kepada ahli (pakar) di bidangnya, yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan di bidang virologi, pandemi, kesehatan masyarakat, kedokteran dan sejenisnya. Penanganan covid-19 oleh pemerintahan di berbagai belahan dunia (semoga juga di negri ini) juga merujuk pada nasihat para ahli tersebut.

Kita sama sekali tidak tahu tentang corona karena kecilnya benda tersebut. Kita tidak tahu (awalnya) bagaimana virus ini menyerang dan menyebar pada manusia. Namun para ahli inilah yang mengatakan kepada kita bahwa penyakit ini serius dan mematikan. Ia menyerang sistem pernafasan, menular melalui droplet masuk ke mata, hidung, mulut atau kontak langsung dengan penderita. Untuk itu, apabila keluar rumah kita harus memakai masker, menjaga jarak aman dengan orang lain dan ketika sampai rumah cuci tangan selama 5 detik (ada yang bilang 20 detik) dan pakaian langsung dicuci. Kita ikut saja nasihat para pakar kesehatan tersebut karena mereka lebih tahu dari pada kita. Dan kalau Anda ingin mengetahui lebih mendalam soal virus dan penyakit ini, silakan tanya pada mereka para ahli itu dan jangan salah bertanya.

Maka benarlah sajak yang digubah Abdul Shamad Idris:

Jika kamu ingin mengetahui tingginya pohon, tanyalah burung garuda
Jika kamu ingin mengetahui lebatnya hutan, tanyalah burung puyuh
Jika kamu ingin mengetahui luasnya padang rumput, tanyalah belalang
Jika kamu ingin mengetahui luasnya karang, tanyalah bebarau (burung camar).

Salah satu sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah khabar shadiq (true report), yaitu informasi yang disampaikan oleh otoritas. Pendidikan dalam Islam berlandaskan sumber-sumber yang jelas dan mapan, yang pemahaman, penafsiran dan menjelasannya membutuhkan pengetahuan yang otoritatif, demikian menurut Prof. Wan Mohd Wan Daud. Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bertanya mengenai kebenaran kepada orang yang tepat dan otoritatif di bidangnya (ahl al-dzikri) jika tidak mengetahui sesuatu (QS 16: 43, 21:7).

Salah satu aspek penting dalam pendidikan Islam adalah pencarian dan pengakuan otoritas yang benar dalam setiap cabang ilmu dan pengetahuan. Dan menurut Prof. Naquib al-Attas, otoritas tertinggi adalah al-Quran dan Nabi saw. Kemudian disusul orang-orang di bawahnya.

Menurut al-Attas, bertentangan dengan pandangan ilmu dan filsafat Barat modern dalam sumber dan metode ilmu, Islam memandang otoritas dan intuisi, sebagaimana akal dan pengalaman, juga memiliki tingkat-tingkat. Terlepas dari otoritas orang yang berilmu pada umumnya, Al-Quran dan Nabi saw adalah otoritas tertinggi tidak saja hanya dalam “menyampaikan” kebenaran tapi juga “membentuk” kebenaran.

Ada aliran di dunia Barat yang digandrungi sebagian intelektual muda kita yaitu aliran postmodernisme (postmo) yang salah satu prinsipnya adalah anti otoritas. Tidak mengakui pendapat para ahli, terutama ahli dalam agama. Mereka menolak kalau ada fatwa ulama yang merugikan mereka. Sebuah twit dari tokoh liberal pernah viral mengatakan, “Fatwa MUI tidak harus diikuti.” Ada yang mengatakan, “Hum rijal wa nahnu rijal.” Mereka (ulama-ulama) itu laki-laki dan kami juga laki-laki (artinya punya pendapat sendiri). Ditambah dengan membanjirnya informasi di internet seakan-akan membuat matinya kepakaran. Tom Nichols tahun 2017 menulis sebuah buku yang best seller berjudul The Death of Expertise membahas soal ini.

Adanya fenemona pandemi Covid-19 yang tengah melanda kita saat ini membuat kita merenung. Kalau kita patuh terhadap otoritas duniawi, dalam hal ini soal Covid-19, mengapa kadang kita tidak patuh terhadap otoritas tertinggi yang tidak saja menyangkut aspek duniawi tapi juga akhirat, kehidupan yang sangat kekal?

Mari kita renungkan bersama-sama….

*) Penulis adalah Sekretaris Prodi Doktor Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.

Udin Muna

Udin Muna adalah da'i dan jurnalis Luwuk Today. Pria kelahiran 1980 ini menyukai dunia tulis dan jurnalistik sejak kuliah. Saat ini mukim di Bogor Jawa Barat sebagai guru ngaji. Untuk menyalurkan hobi menulisnya disalurkannya melalui www.luwuk.today dan media lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button