Media Eksternal

OJK Keluarkan Stimulus Lanjutan untuk Perbankan


OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan paket kebijakan stimulus lanjutan untuk sektor perbankan. Langkah tersebut diharapkan mampu memberi ruang likuiditas dan permodalan perbankan sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga.

Itu dilakukan setelah otoritas mencermati dampak pandemi Covid-19 yang melemahkan aktivitas perekonomian sehingga mempengaruhi sektor keuangan melalui transmisi sektor riil.

Baca juga:  New Normal, BNI Berikan Terobosan Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM

Deputi Komisioner Humas Dan Logistik OJK, Anto Prabowo, menuturkan pihaknya berharap kenormalan baru dapat segera dilakukan agar otoritas dapat mengukur dan memitigasi risiko likuiditas dan kecukupan permodalan industri jasa keuangan.

“Untuk itu, dalam pertemuan virtual dengan industri jasa keuangan pada Rabu (27/5), Ketua Dewan Komisioner OJK mengajak segenap unsur lembaga jasa keuangan, pemangku kepentingan dan regulator bersinergi mengantisipasi menjaga sentimen positif,” ujar Anto, Kamis (28/5).

Dalam kesempatan itu pula disampaikan paket kebijakan stimulus lanjutan di sektor perbankan yang terdiri menjadi dua bagian. Pertama, kebijakan relaksasi untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah.

Relaksasi tersebut meliputi Pelaporan/Perlakuan/Governance atas Kredit/Pembiayaan uang direstrukturisasi sesuai POJK nomor 11/POJK.03/2020 terkait tiga hal yakni kredit maupun pembiayaan yang direstrukturisasi sesuai POJK 11/2020 dilaporkan salam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dengan kolom Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi” dan kolom Keterangan diisi “Covid-19”.

Kemudian perlakuan kredit/pembiayaan restrukturisasi sesuai POJK 11/2020 dikecualikan dari perhitungan aset berkualitas rendah (Loan at Risk/LAR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

Sedangkan governance persetujuan kredit maupun pembiayaan restrukturisasi sesuai POJK 11/2020 dilakukan untuk mempercepat proses persetujuan kredit restrukturisasi yang mengacu pada POJK 11/2020 dan untuk menghindari penumpukan apabila mekanisme persetujuan dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.

“Perbankan dapat melakukan persetujuan restrukturisasi kredit dengan beberapa alternatif governance dengan tetap memperhatikan prinsip obyektivitas, independensi, menghindari benturan kepentingan dan kewajaran,” jelas Anto.

Relaksasi selanjutnya yakni terkait penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama periode relaksasi yang mencakup 4 hal seperti kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer dalam komponen modal sebesar 2,5% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi bank BUKU III dan BUKU IV yang sementara ditiadakan hingga 31 Maret 2021.

Kemudian kewajiban pemenuha Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bagi bank BUKU III, IV dan Bank Asing harus dipelihara minimal 85% hingga 31 Maret 2021.

“Bank wajib menyusun rencana tindak untuk mengembalikan pemenuhan LCR dan NSFR menjadi 100% paling lambat 30 April 2021,” tutur Anto.

Selanjutnya, yakni penilaian kualitas agunan yang diambil alih (AYDA) berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan sementara hingga 31 Maret 2021. Setelah tenggat waktu tersebut, penilaian kualitas AYDA kembali mengacu pada ketentuan penilaian kualitas aset bank berdasarkan periode kepemilikan oleh bank sejak AYDA dieksekusi tanpa memperhitungkan periode relaksasi.

Poin berikutnya ialah kewajiban penyediaan dana pendidikan oleh bank untuk tahun 2020 dapat kurang dari 5% anggaran biaya sumber daya manusia.

Stimulus lanjutan untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah yang terakhir ialah terkait penundaan Basel III reforms. Pada poin ini, kata Anto, implementasi basel III reforms yang selama ini berlaku di Indonesia ditunda menjadi 1 Januari 2023.

“Dengan demikian, dalam perhitungan ketentuan penyediaan modal minimum (KPMM) sampai dengan periode data Desember 2022, bank masih mengacu pada ketentuan ATMR yang saat ini berlaku,” jelas Anto.

Stimulus lanjutan juga diberikan OJK pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) berkaitan dengan 4 hal. Pertama, BPR dan BPRS dapat membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) umum kurang dari 0,5% atau tidak membentuk PPAP umum untuk aset produktif lancar berupa penempatan pada bank lain dan kredit atau pembiayaan dengan kualitas lancar untuk laporan bulanan sejak April 2020.

Kedua, penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antarbank (PDAB) untuk penanggulangan permasalahan likuiditas pada BPR dan BPRS dikecualikan dari ketentuan BPMK atau BPMD maksimal 30% dari modal BPR/BPRS, ini berlaku hingga 31 Maret 2021.

Ketiga, perhitungan AYDA berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan sementara hingga 31 Maret 2021. “BPR maupun BPRS dapat menggunakan presentase nilai AYDA posisi 31 Maret 2020 sebagai faktor pengurang modal inti dan diharapkan dapat membantu bank memperkuat permodalan yang rugi karena pandemi covid-19. Ini berlaku hingga 31 Maret 2021,” jelas Anto.

Terakhir yakni BPR dan BPRS dapat menyediakan sana pendidikan, pelatihab dan pengembangan SDM tahun 2020 kurang dari 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.

Anto menerangkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan stimulus lanjutan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk POJK dan Surat Edaran POJK kepada perbankan.

Baca juga:  KKP Usulkan Rp 1,02 Triliun untuk Nelayan Terdampak Pandemi

Untuk diketahui, sebelumnya OJK telah menerbitkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk pinjaman di perusahaan pembiayaan. Hingga 18 Mei 2020, tercatat 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp458,8 triliun.

Sementara, untuk perusahaan pembiayaan posisi 26 Mei 2020, dari 183 perusahaan pembiayaan sudah melakukan restrukturisasi sebanyak 2,1 juta kontrak dengan jumlah outstanding Rp66,78 triliun. (OL-6)

Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/316451-ojk-keluarkan-stimulus-lanjutan-untuk-perbankan

Kategori : Media Eksternal

Related Articles

Back to top button