Wanita Pembawah Anjing ke Dalam Masjid Dijerat Pasal Penodaan Agama
Luwuk.today, Cibinong – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor KH Mukri Aji hadir dalam sidang kasus wanita pembawah anjing ke dalam masjid dan memakai alas sepatu di Masjid Al Munawaroh Sentul Bogor, dengan terdakwa Suzethe Margaret (SM) di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor.
Menurut Kiai Mukri, sidang yang digelar terbuka bisa mengungkap isi persidangan sesuai keterangan dan alat bukti yang ada. Pihaknya berharap proses hukum bisa berjalan dengan adil dan terdakwa bisa dijerat sesuai dakwaan yaitu pasal penodaan agama.
“Inginnya ketika 156a itu sudah tersangkakan apalagi menjadi dakwaan, mudah-mudahan bisa dilaksanakan semaksimal mungkin,” jelasnya kepada wartawan usai persidangan, Rabu (16/10/19).
Selain itu, kata dia, sebagian besar umat Islam juga berharap yang sama. “Umat ini variatif, ingin sidang ini finalnya bisa sesuai apa yang didakwakan yaitu 156a.” kata Kiai Mukri.
Meski demikian, ia sendiri tidak mengkomentari jalannya persidangan, menurutnya hal tersebut khawatir menjadi subjektif.
“Namun sesuai alat bukti, yang penting kita berpegang teguh pada dokumen-dokumen alat bukti yang ada seperti video masuk masjid, pakai alas kaki, bawa anjing, itu dari etika masuk rumah ibadah (masjid) sesuatu yang memang dilarang agama,” jelasnya.
Pasal 156a adalah tentang penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, pelanggaran pasal ini bisa dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Sementara itu, dalam sidang keempat tersebut agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli. Saksi yang hadir antara lain Firdaus (suami terdakwa), Jimmi (tetangga terdakwa) dan Ahmad Ibnu Atoilah selaku saksi ahli dari MUI Kabupaten Bogor.
Ahmad Ibnu Atoilah dalam kesaksiannya menerangkan bahwa perbuatan memakai alas kaki masuk masjid bahkan membawa anjing tidak dibenarkan. Dalam sidang tersebut, ia juga membacakan surat Thaha ayat 12 yang artinya;
“Lepaskanlah kedua alas kakimu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa”. Ayat tersebut diterangkan para ulama menjadi dasar hukum bahwa memasuki rumah ibadah (masjid) sebagai tempat suci tidak boleh memakai alas kaki.[sym]