Moratorium Kelapa Sawit, Harus Miliki Solusi
Luwuk Today, Jakarta – Evaluasi moratorium perkebunan kelapa sawit di indonesia, sawit watch melakukan diskusi tentang Instruksi Presiden Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit yang akan berumur satu tahun pada 19 September 2019 ini. Dan pada 5 Agustus 2019.
Pemerintah telah menunjukkan langkah positif dalam kurun waktu setahun terakhir, melalui pembenahan tata kelola hutan dan lahan. Hal ini ditunjukan dengan dikeluarkannya dua kebijakan, terkait moratorium sawit dan kebijakan penghentian pemberian izin baru di hutan alam dan lahan gambut. Menurut penjelasan Deputi Direktur Sawit Watch., Achmad Surambo, 10/9/2019.
“Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit pada 19 September 2019”
Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) Komisi Pemberantasan Korupsi telah melaporkan temuan terdapat 3,47 juta hektare sawit berada di kawasan hutan. Olehnya dibutuhkan optimalisasi Inpres moratorium kelapa sawit dan memperkuat temuan GNPSDA, Madani melakukan analisis spasial tumpang susun perizinan di wilayah PIPPIB Revisi XV (lima belas).
Hasil analisis menemukan 1.001.474,07 hektare perkebunan sawit, milik 724 perusahaan yang berada di dalam Hutan Primer dan Lahan Gambut yang tersebar di 24 propinsi. Ada 384 perusahaan dengan total luasan 540.822 hektare berada di lahan gambut, 102 perusahaan dengan total luasan 237.928 hektare berada di hutan primer, dan ada 238 perusahaan dengan total luasan 222.723 hektare berada di kawasan hutan. Dan dari jumlah tersebut, hampir separuhnya (333 Perusahaan) dengan luasan 506.333 hektare berada di 7 provinsi prioritas restorasi gambut.
Disebutkan pada 5 Agustus 2019 lalu, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Langkah positif dan memiliki benang merah dengan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut dalam pembenahan tata kelola hutan dan lahan gambut. Sehingga pelaksanaannya pun haruslah terintegrasi dengan dasar hukum yang lebih kuat”. Ungkapnya. (LuwukToday.Jkt.Ir)