Mitigasi Risiko dari Penerapan Kenormalan Baru
PEMERINTAH tetap perlu menjaga langkah pemutusan mata rantai penyebaran covid-19 dalam kondisi kenormalan baru.
Penerapan protokol kesehatan merupakan hal yang mutlak dilakukan agar tidak terjadi gelombang kedua covid-19 bila pelonggaran aktivitas masyarakat dan pelaku usaha dilakukan.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede meminta pemerintah betul-betul memitigasi risiko dari gelombang kedua covid-19 yang berpotensi terjadi kelak.
“Sehingga pemulihan ekonomi Indonesia tidak terhambat kembali oleh adanya peningkatan kasus pada gelombang kedua sehingga pemulihan ekonomi Indonesia akan lebih cepat,” sambung Josua.
Relaksasi PSBB idealnya didasarkan pada rekomendasi dari ahli epidemiologi karena risiko dari gelombang kedua covid-19 justru lebih mengkhawatirkan daripada first wave.
“Pemulihan ekonominya pun akan lebih lama atau berbentuk W jika dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya pemulihan ekonomi berbentuk U,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad meminta pelaku usaha agar menyiapkan protokol kesehatan yang tepat dalam rangka menyambut kenormalan baru. Aktivitas perekonomian seperti tempat perbelanjaan akan membutuhkan penanganan dan persiapan protokol kesehatan yang berbeda-beda.
“Apa pasar dan mal siap dengan situasi seperti itu karena agak berat, terutama bagi usaha yang sangat mengandalkan kerumunan massa, termasuk mal akan berkurang separuh,” jelasnya.
BUMN siap
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan mayoritas perusahaan negara siap menjalankan protokol memasuki era kenormalan baru atau new normal.
“Kemarin 14%, sekarang tinggal 6% yang belum siap. Misalnya PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN), PT Kertas Kraft Aceh, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Yang itu-itu belum siap. Yang lain sudah hampir semua siap sambut new normal,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, beberapa perusahaan yang belum siap menerapkan protokol kenormalan baru beralasan protokol belum detail dan terkait dengan proses bisnis.
Dirut PLN Zulkifli Zaini mengatakan pihaknya membagi sistem bekerja dari kantor pada masa kenormalan baru ke tiga fase. Pada fase pertama, PLN tetap membatasi jumlah pegawai nonkritis dan pegawai khusus yang dapat bekerja dari kantor sebesar 35%. Pada fase kedua, PLN akan menambah jumlah pegawai nonkritis dan pegawai khusus yang dapat bekerja dari kantor sebesar 50%. Pada fase ketiga, jumlah tersebut ditambah hingga 75%. Setiap tahapan akan dilaksanakan maksimal selama 30 hari.
“Kami buat tiga fase agar kami bisa evaluasi setiap tahapannya. Kami siap untuk menjalankan new normal. Namun, tentu tetap harus berhati-hati untuk meminimalkan penyebaran covid-19,” jelas Zulkifli.
Pegawai kritis seperti dispatcher, operator, pemeliharaan, penanganan gangguan, regu pekerjaan dalam keadaan bertegangan (PDKB)/offline, call center, security, pengemudi, petugas medis/paramedis, serta pelaksana dan pengawas proyek akan tetap bekerja seperti biasa. Namun, mereka mematuhi protokol kesehatan.
“Kami menyadari listrik tidak bisa berhenti operasi. Oleh karena itu, pegawai yang bekerja pada bidang critical sejak awal pandemi tetap bertugas. Kemudian, untuk pegawai rentan, kami akan atur agar tetap bekerja di rumah,” tandas Zulkifli. (Ant/E-1)
Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/316307-mitigasi-risiko-dari-penerapan-kenormalan-baru
Kategori : Media Eksternal