Mengangkat Derajat Barang Bekas
Suatu hari, di sela-sela menonton perhelatan Asian Games 2018, Jessica Halim bertemu dengan kawan lamanya, Julian Goenawan. Ketika itu, perempuan lulusan desainer grafis di Australia ini mengutarakan idenya untuk membuat jaring katun stationery sebagai pengganti kantong plastik sekali pakai.
Selama ini, ibu dua anak ini resah melihat tumpukan sampah plastik yang sulit diurai. Di situ, dua sahabat ini juga berdiskusi tentang masalah lingkungan. Jessica tak menyangka, ternyata ide yang ia sampaikan direspons serius. Dua minggu setelah pertemuan itu, Juliana pun menghubunginya dan menawarkan bantuan merealisasikan ide itu dalam konsep kewirausahaan sosial yang terlembaga.
“Dia tertarik dengan ide saya tentang jaring stationery itu. Terus dia bilang ‘kayaknya harus ada orang yang ngasih tahu ide-ide kreatif itu untuk mengedukasi orang agar sadar terhadap lingkungan. Terus saya bilang ke dia ‘Eh, boleh juga kalau misalnya kamu mau jualin, ya aku ada energi buat produksi asal enggak sendiri,” ceritera Jessica kepada Media Indonesia, pekan lalu.
Dari obrolan itu akhirnya keduanya pun bersepakat untuk mendirikan sebuah platform kewirausahaan sosial yang berorientasi pada lingkungan. Platform itu mereka beri nama ‘Demi Bumi’ pada Januari 2019. Tujuannya ialah untuk mengedukasi orang-orang terdekat mereka agar secara bertahap berkenan mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai dengan produk awal yang mereka jual yaitu ‘Jaring Katun Serbaguna’.
“Kenapa ‘Demi Bumi’? karena gerakan ini untuk semua orang. Intinya itu, pokoknya kita pengen melakukan sesuatu untuk Bumi gitu aja,” ungkap Co-Founder Demi Bumi ini.
Pada Januari 2019 itu, mulailah mereka memproduksi jaring katun, sebagai pengganti kantong plastik yang selama ini buat belanja sekali pakai. Kata Jessica, bukan berarti semua orang harus membeli barang ini, tetapi yang terpenting ialah edukasinya. Makanya di belakang boks kemasannya, mereka selalu kasih informasi berkaitan dengan lingkungan hidup.
Keduanya sepakat tidak mengorientasikan ‘Demi Bumi’ pada keuntungan ekonomi semata. Mereka sejak awal berkomitmen bahwa seluruh produk dari ‘Demi Bumi’ difungsikan sebagai media sosialisasi dan edukasi kepada khalayak luas, tentang solusi-solusi apa saja yang dapat digunakan untuk mulai mengurangi penggunaan plastik.
“Jaring katun ini responsnya bagus banget. Awalnya kita cuma bagi ke teman-teman doang, terus kayaknya ada dari mereka yang ngasih ke guru yoga saya. Guru yoga saya ini seneng banget terus dia posting di media sosialnya. Dia langsung menyarankan di studio yoga tempat dia ngajar itu, jualin. Itu pertama kalinya kami akhirnya punya toko,” kisah perempuan penghobi yoga ini.
Dari profit penjualan jaring katun ini, alumnus Swimburne University, Melbourne ini, tak ragu untuk bereksperimen dengan material-material baru dalam pencariannya akan alternatif pengganti plastik, seperti wadah makanan serbaguna yang ia namai ‘Beeswax Food Wrap’.
Menurut Jessica, ide ini ia dapat ketika sedang berkunjung di sebuah toko yang menjual berbagai produk daur ulang di Vietnam. Saat itu tak sengaja ia tertarik dengan sebuah pouch kain yang dilapisi dengan lilin lebah di toko tersebut. Ia pun kemudian berpikir untuk membuat produk dengan bahan sejenis, tetapi multifungsi, terutama sebagai tempat makanan, yang ia sebut ‘Beeswax Food Wrap’.
“Setelah jaring itu, saya mikir ‘kenapa sampah ‘Cling Wrap’ (plastik pembungkus) kok banyak banget, ya?’ Orang sudah terbiasa pakai ‘Cling Wrap’. Jadi, mereka sendiri enggak sadar bahwa itu plastik, habis itu buang. Nah, ternyata setelah saya cari tahu ‘Cling Wrap’ ini ada penggantinya yang bisa kita bikin sendiri dan nyaman banget untuk semua orang, namanya ‘Beeswax Food wrap’,” aku Jessica yang membuat benda itu dari katun.
Menurut Jessica, mereka selalu menyarankan kain katun karena mudah ditemukan di rumah. Bisa berupa kaus bekas atau sprei yang sudah tidak terpakai. “Terus kain itu kita lapisi dengan beeswax atau lilin lebah yang sudah kita campur dengan virgin coconut oil. Satu mangkok minyak, dicampurin satu satu sendok teh lilin lebah, setelah dilarutkan, terus dituang di atas kainnya, baru disetrika, dengan terlebih dahulu dilapisi baking paper di atasnya supaya enggak lengket,” paparnya.
Bukan daur ulang
Ide ‘Beeswax Food Wrap’ ini jugalah yang sering Jessica bagikan dalam workshop-workshop ‘Demi Bumi’. Perempuan kelahiran 17 November 1980 ini meyakini bahwa edukasi lebih penting dari sekadar bisnis yang ia jalani. Ia mengaku lebih senang jika ide yang ia tawarkan dapat tersosialisasikan kepada orang banyak sehingga mereka jadi lebih memperhatikan lingkungan.
“Cara bikin ‘Beeswax Food Wrap’ ini yang sering saya share ke semua orang. Jadi, kami enggak cuma jualan aja, tapi juga ngasih workshop gratis supaya semua orang juga bisa bikin karena percuma kalau kita jualan terus orang beli terus, tetapi mereka enggak tersosialisasikan tujuan kita bikin alternatif pengganti plastik ini,” terangnya.
Jessica menyebut seluruh inovasi yang ia hasilkan bersama sang sahabat di ‘Demi Bumi’, sebagai ‘upcycle’, yaitu sebuah proses mengangkat nilai guna material, dari yang sebelumnya merupakan material yang tidak terpakai menjadi barang lain dengan fungsi dan kegunaan yang lebih tinggi.
“Berbeda dengan ‘recycle’ yang harus melalui proses penghancuran terlebih dulu kembali ke elemen aslinya, terus habis itu dibuat menjadi barang lagi. Nah, sementara produk Demi Bumi ini hampir semuanya dibuat dari material yang sudah tidak terpakai yang dinaikkan derajatnya, menjadi barang baru dengan fungsi yang beda,” terang desainer yang pernah bekerja pada Peter Schmidt Group, Jerman ini.
Kata Jessica, hingga hari ini Demi Bumi telah memproduksi sekitar 20 hingga 25 item produk ramah lingkungan. Seluruh produk itu dibanderol dengan harga terjangkau (di bawah Rp200 ribu) dan mudah ditemui di pasaran. Jessica pun tak menolak jika diajak oleh instansi lain untuk bekerja sama melakukan edukasi terkait upaya pengurangan sampah plastik.” Banyak sih korporasi yang ngajakin kita kerja sama. Begitu juga dengan sekolah yang ngajakin kita untuk ngasih edukasi ke para siswa,” imbuhnya.
Jessica tak keberatan jika kewirausahaan sosial yang ia inisiasi dikategorikan sebagai e-commerce karena memang pada dasarnya produk-produk Demi Bumi lebih banyak beredar di pasar daring daripada penjualan konvensional. Bila tertarik dengan produk-produk yang ditawarkan brand ini, Anda dapat langsung berkunjung ke situs penjualan daring resminya.
“Kami memang e-commerce karena punya website khusus untuk jualan produk gitu, tapi kami enggak fokus di e-commerce-nya. Kami ingin Demi Bumi ini menjadi gerakan lingkungan yang bisa menginspirasi banyak orang,” ungkap perempuan yang bermukim di Jakarta Selatan ini.
Menurutnya, cara yang paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan ialah dengan edukasi, bukan dengan mengumbar sumpah-serapah. Solusi alternatif lebih dibutuhkan oleh bumi dari sekadar debat saling menyalahkan. (M-4)
Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/316302-mengangkat-derajat-barang-bekas
Kategori : Media Eksternal