Meneguhkan Hidayah dengan Iman dan Amal Shaleh
meneguhkan Hidayah dengan memupuk iman dan amal shaleh
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُم بِإِيمَانِهِمْ ۖ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ ﴿٩﴾
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. (Qs. Yunus:9).
Ini adalah pengabaran tentang keadaan orang-orang yang bahagia, (yakni) orang-orang beriman dan membenarkan para Rasul serta menunaikan perintah yang diberikan kepda mereka berupa amal shaleh, bahwa Allah akan menunjuki mereka disebabkan oleh iman mereka tersebut. Demikian dikatakan oleh Imam Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir dalam Kitabnya Tafsir al-Qur’an al-‘Adziem (2/ 1364).
Itulah janji Allah kepada orang-orang beriman yang benar imannya. Iman yang benar adalah bukan sekadar pengakuan. Karena “semua orang dapat membuka mulut dan bersorak-sorak mengatakan beriman, mendakwakan diri percaya kepada Allah sebab mulut itu mudah berkata,” terang Syekh Abdulkarim bin Abdul Malik Amrullah. “Tetapi di dalam ayat ini ditegaskan lagi, bahwa pengakuan percaya saja belumlah cukup. Iman adalah kepercayaan di dalam hati, dan dia belum berarti sebelum dibuktikan dengan amal shalih”, lanjut Ulama yang populer dengan nama Buya Hamka ini.
“Artinya iman itu dipraktekan dengan perbuatan, atau mengambil initiatif untuk melancarkan perjalanan hidup dengan iman. Maka apabila Allah telah melihat kegiatan hamba-Nya itu dengan iman dan amal shalih, Dia sendiri akan memimpin, memberi petunjuk dengan iman yang ada padanya itu, sehingga dia selamat menempuh Ash-Shirathal Mustaqim itu atau Sabilillah itu”, urainya lagi.
Jadi makna yahdihim Rabbuhum bi Imanihim menurut Buya Hamka adalah Allah akan membimbing atau memimpin orang beriman yang mempraktikkan imannya dengan amal Shalih. Pendapat Buya Hamka ini merujuk kepada perkataan Imam Mujahid yang dikutip oleh Ibnu Katsir (2/1364) bahwa Makna yahdihim Rabbuhum bi Imanihim adalah mereka diberi cahaya yang kemudian mereka berjalan dengan (penerangan) cahaya tersebut.
Cahaya yang dimaksud sebagaimana diisyaratkan dalam beberapa ayat diantaranya Surat Al-Hadid ayat 28:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِن رَّحْمَتِهِ وَيَجْعَل لَّكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿الحديد: ٢٨
Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Hadid:28).
Melalui ayat di atas Allah menjajikan cahaya sebagai suluh dalam menjalani kehidupan dunia ini kepada orang beriman. Maksud “dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat bejalan” adalah Dia (Allah) memberimu ilmu, petunjuk, dan cahaya yang dengannya kamu berjalan di tengah gelapnya kejahilan. (Tafsir As Sa’di, hlm.994). Dengan syarat iman tersebut mengejawantah dalam takwa. Takwa di sini bermakna menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah.
Itu balasan di dunia. Orang beriman yang membuktikan imannya dengan takwa dan amal shaleh akan selalu dibimbing oleh Allah untuk meraih ridha-Nya. Karunia berupa bimbingan ini diuraikan secara panjang oleh Buya Hamka dalam Tafsirnya. Beliau mengatakan, “Maka orang yang beriman dan bermal shalih tidaklah pernah lepas dari bimbingan Tuhan, dari Tauhid, dan Hidayah-Nya. Betapapun besarnya kesukaran yang ditempuhnya, namun di dalam kesukaran itu akan bertemu kemudahan. Dia tidak pernah kehilangan cahaya, sebab cahaya ada dalam hatinya sendiri. Dia tidak pernah merasa sepi, sebab Tuhan lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri.”
Buya memandang bahwa diantara pelajaran yang hendaknya dipetik dari ayat ini adalah pentingnya perjuangan menegakkan iman. Perjuangan menegakkan iman yang paling pertama adalah memupuk dan membuktikan iman tersebut dengan amal shalih sebagai prasyarat mendapat cahaya bimbingan Allah. Beliau kemudian melanjutkan, “Ayat ini menjelasakn benar kepada kita, bahwa kalau tunas iman telah mulai terasa tumbuh dalam diri kita, janganlah kita pasif, atau kita diamkan saja. Lekas buktikan, lekas pupuk. Sebab dengan demikian kita telah mendapat modal besar untuk menempuh hidup. Kalau iman sudah terasa walau baru sedikit, pupuklah ia dengan amal dan ibadat. Sebab amal dan ibadat itu akan menambah suburnya.” (Tafsir Al-azhar,11/158).
Adapaun balasan di akhirat Allah akan menerangi mereka dalam melintasi shirath pada hari kiamat kelak (Al-Mukhtashar fit Tafsir, hlm.541). Keberhasilan melintasi shirath tersebut pada akhirnya menghantarkan mereka masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Sebagaimana diisyaratkan oleh ujung ayat, “di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan.” (ujung ayat 9) .
Namun patut dicatat bahwa nikmat surga sebagai balasan iman hanya akan didapatkan oleh mereka yang mendapat bimbingan berupa hidayah sewaktu di dunia. Dengan kata lain nikmat hidayah di dunia sebagai buah dari amal shaleh merupakan pengantar atas balasan di akhirat kelak. Inilah yang diisyaratkan oleh Buya Hamka dalam perkataannya, “Dan oleh sebab itu pula teranglah bahwa jalan ke syurga itu telah dimulai dari sekarang juga. Gembira dalam syurga kelak memetik hasil apa yang telah ditanam di dalam dunia, dan gembira sebab di dunia telah terasa bahwa Tuhan selalu ada di dekatnya, dan di akhirat kelak akan bertemu langsung dengan wajah-Nya.” (Tafsir Al-Azhar,11/158-159).
Kesimpulan
Ayat ini mengabarkan tentang jaminan Allah terhadap orang-orang beriman dan beramal shaleh. Bahwa Allah akan memberikan balasan besar di dunia dan di akhirat. Disebabkan oleh Iman yang mereka miliki maka di dunia Allah akan menunjuki dan membimbing mereka untuk melakukan amal shaleh yang mendatangkan ridha Allah. Sedangkan di akhirat Allah akan memasukan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan dan kekal di dalamnya. [sym].