Mencintai Tanah Air, Bertentangankah Dengan Syariat Islam?


Luwuk.today, Kita harus menjaga negeri ini, menjaga bangsa ini, termasuk menjaga keutuhannya dalam suatu ikatan negara. Yang kita sebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Barangkali bagi sebagian kaum muslimin, ini dipandang bertentangan dengan syariat Islam atau dipandang tidak sesuai dengan konsep Islam. Coba kita uraikan masalah ini.
Pertama, tentang nasionalisme. Tentang cinta tanah air, tentang cinta negara dan bangsa, bagaimana Islam memandangnya? Apakah cinta tanah air, cinta kepada bangsa, merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam?
Ataukah justru ia adalah sesuatu yang sejalan dengan ajaran Islam? Kita tidak usah terlalu banyak berteori, kita membahas tentang Indonesia.
Adakah ketika muslim Indonesia mencintai negaranya, mencintai bangsanya, itu bertentangan dengan syariat Islam? Apakah ketika muslim Indonesia mengatakan bahwa dia cinta negerinya itu tidak sesuai dengan konsep Islam?
Sebetulnya ini tidak sulit untuk dijawab. Bahwa cinta kepada tanah air, cinta kepada kampung halaman, cinta kepada bangsa, adalah di antara cinta yang dibolehkan dalam Islam. Ini adalah cinta yang sama dan sejalan dengan cinta kepada orang tua kita, cinta kepada istri kita, cinta kepada tetangga kita, dan cinta kepada manusia secara umum. Bahkan kepada makhluk-makhluk Allah di muka bumi ini.
Itu jelas, manusia diciptakan oleh Allah memang dengan cinta. Dan manusia tidak bisa lepas dari cinta. Hanya saja yang tidak boleh adalah ketika cinta ini menjadi penghalang untuk cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Itu ukurannya.
Jadi kalau seseorang menyukai kampungnya, ini tidak salah. Yang tidak boleh, kalau kemudian gara-gara cinta kepada kampungnya lalu dia tidak mewujudkan cintanya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Misalnya ketika ia dituntut harus hijrah atau meninggalkan kampungnya karena alasan syar’i, lalu dia tetap bertahan disitu, ini cinta yang terlarang.
Mengapa terlarang? Sebab, bila itu yang terjadi maka orang-orang yang seperti ini bisa dianggap menzhalimi diri mereka sendiri seperti beberapa penduduk Mekkah yang akhirnya terbunuh dalam Perang Badar. Itu karena mereka tidak mau meninggalkan Mekkah, padahal sudah wajib hijrah bagi mereka.
Penulis: KH. Dr. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., MA
(Pemimpin Umum Wahdah Islamiyah, Wakil Sekertaris Dewan Pertimbangan MUI Pusat dan Ketua Ikatan Dai dan Ulama se-Asia Tenggara)