Mantan Jubir Presiden Gusdur Sebut Isu Radikalisme Bakal Rugikan Negara
Luwuk.today, Jakarta – Isu Radikalisme yang menjadi pembahasan utama di kabinet jilid II pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu berlebihan.
Demikian disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (29/10/19).
Menurut dia, pemerintah tidak seharunya membesar besarkan isu tersebut. Karena dapat menimbulkan kerugian bagi bangsa dan negara.
“Ini ibarat seorang anak yang dimarahi orangtuanya, ngambek lalu keluar dan melempari rumahnya dengan batu,” ucap dia.
“Kerugiannya, Pertama, para tetangga akan menilai orangtuanya tidak pandai mendidik anak. Kedua, menimbulkan kerusakan pada rumahnya,” tambahnya
Dijelaskan mantan jubir presiden Abdurahman Wahid, isu itu juga bakal menimbulkan kekhawatiran pihak (dunia) luar, karena mencerminkan ada ancaman keamanan serius di dalam negeri Indonesia yang tidak bisa atau sulit ditangani oleh pemerintahan Joko Widodo, yakni ancaman dari kelompok ekstrim yang sebaran pengaruhnya sudah menyeluruh (nasional).
“Dampak paling merugikan tentu saja menimpa sektor ekonomi. Investor dari luar menjadi enggan berinvestasi. Sedangkan yang sudah terlanjur masuk, dan sebagian mulai ditarik keluar karena iklim pertumbuhan ekonomi nasional tidak kondusif untuk berbisnis, isu masif ancaman radikalisme akan menambah keyakinan pebisnis lainnya untuk segera hengkang dari Indonesia,” terang dia.
Adapun, lanjut dia, yang paling terpukul oleh isu ini sudah pasti sektor pariwisata, yang justru sangat potensial mendulang devisa. Tapi modal dasar pariwisata yakni alam yang luar biasa itu akan sirna oleh situasi ancaman ketidakamanan yang pasti dipercaya dunia internasional karena “travel warning” itu disampaikan secara resmi oleh pemerintah Indonesia sendiri.
“Jadi isu radikalisme bukan hanya ibarat menepuk air di dulang (terpercik ke muka sendiri). Tapi lebih dari itu,” ungkapnya.
Bila di dunia internasional menimbulkan ketidakpercayaan, kata dia, malah bakal melahirkan sikap saling curiga. Bukan hanya antar elemen masyarakat, tapi juga civil society dan pemerintah.
“Seperti yang disampaikan oleh tokoh nasional DR Rizal Ramli, yang curiga isu radikalisme ini dipakai untuk menutupi kegagalan pemerintah, terutama di sektor ekonomi,” katanya.[far]