Islam

Kisah Liang Kubur Keempat

Foto Ilustrasi: Liang Kubur
Ilustrasi: Liang Kubur

Luwuk.today, IslamKISAH LIANG KUBUR KEEMPAT…

Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

adalah puncak pesona kemanusiaan.

Kisah hidupnya hanyalah pesona.

Pesona yang tiada habis dan terus merona.

Bahkan hingga hari kewafatannya…

Yah, bahkan meski ia telah tiada,

para pecintanya akan selalu rindu padanya.

Hingga berharap berbaring istirah dalam kematian

berdamping lahat bersama Rasulullah.

*

Maka saat ajal menjemputnya,

Sang Kekasih itu berbaring di rumah kekasihnya,

Bunda kita, Aisyah (semoga Allah meridhainya).

Di “rumah” kecil yang tak seberapa itu,

nafas terakhir Rasulullah terlepas.

Maka –seperti pesannya sendiri-:

Tidaklah Allah mencabut nyawa seorang nabi pun,

kecuali di tempat mana (nabi itu) ingin dimakamkan di situ.

(HR. al-Tirmidzi)

Sang kekasih itupun dimakamkan

di rumah kecil Bunda ‘Aisyah yang mulia.

*

Tidak jauh sebelum itu,

Bunda ‘Aisyah pernah bermimpi.

Tiga rembulan indah terhempas jatuh ke bilik indahnya itu.

Ia tuturkan mimpi itu pada ayahnya.

Tiada kisah usai mimpi itu dituturkan,

hingga ajal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba.

Di situ, Abu Bakr al-Shiddiq, ayahnya yang mulia pun berkata:

“Itulah rembulan pertamamu, hai ‘Aisyah…

Dan itu adalah “rembulan” terbaikmu!”

*

Dan kita pun tahu:

“rembulan kedua” adalah ayahnya sendiri.

Dan kini, “dua rembulan” pun terhempas sudah,

dimakamkan di dalam kamar Bunda ‘Aisyah nan indah.

Tinggallah sang “rembulan ketiga”…

Tapi Bunda ‘Aisyah sungguh berhasrat pula jiwanya

dimakamkan bersanding kekasih hatinya, Rasulullah…

juga ayahanda tercintanya, Abu Bakr al-Shiddiq!

Hingga kejadian di subuh hari itu…

*

Pada subuh sepi itu,

Putra al-Khaththab, Sang al-Faruq:

Umar tertikam belati pengkhianatan!

Ia sadar jika itu adalah takdir ajalnya.

Ia bersyukur tertikam musuh Allah.

“Aku bersyukur karena aku tertikam

bukan di tangan jiwa yang beriman,

tapi di tangan musuh Allah!”

gumam Sahabat mulia itu dalam darah yang mengucur.

(Dan ajaibnya,

ia tertikam tak di medan laga sana.

Tapi di bumi yang dicintainya, Madinah!)

Maka di ujung hayatnya,

hadirlah semerbak rindu di jiwanya pada Sang Kekasih.

Ia rindu untuk dimakamkan di sisi 2 kekasihnya:

Muhammad Rasulullah,

dan al-Shiddiq putra Abu Quhafah…

Tapi bilik itu bukan miliknya.

Itu milik putri al-Shiddiq, ‘Aisyah al-Shiddiqah.

Maka dalam pedih luka sembilunya,

Umar mengirim putranya, Abdullah, demi memohon izin

kepada wanita pemilik bilik agung itu.

“Sampaikan salam ‘Umar padanya.

Tapi jangan katakan dari ‘Amirul mukminin’,

karena hari ini aku bukan lagi pemimpin kalian…”

titah Umar pada putranya.

Kepada ‘Aisyah yang sedang menangis,

‘Abdullah bin Umar pun memohonkan izin untuk ayahnya:

agar dapat dibumikan bersama 2 kekasihnya.

“Sesungguhnya aku telah menyiapkan itu

untuk diriku kelak.

Tapi…

Hari ini, biarlah kurelakan itu (untuk Umar),” jawab ‘Aisyah.

*

“Itu Abdullah bin ‘Umar sudah pulang!” ujar orang-orang.

Mendengar itu,

Umar minta jasadnya yang mulai lunglai ditegakkan.

“Kabar apa yang kau bawa?” tanyanya menggesa.

“Kabar yang kau inginkan, hai Amirul Mukminin!

‘Aisyah mengizinkanmu…” jawab Abdullah bahagia.

“Alhamdulillah…

tiada yang lebih penting bagiku selain itu,” ujar al-Faruq.

Dan “rembulan ketiga” itupun terbenam.

Ia dikebumikan di bilik ‘Aisyah nan mulia,

bersama 2 “rembulan mulia” yang mendahuluinya…

*

Dan sejak saat itu,

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tak lagi melepas hijabnya

jika masuk bertandang ke bilik kecil miliknya itu.

“Dahulu, di bilik itu hanya ada jasad suami dan ayahku.

Namun kini, di situ ada ‘Umar…”

*

Maka tinggallah satu liang lagi di bilik kecil.

Para ulama sering menyebutnya “liang kubur keempat”,

al-Qabr al-Rabi’…

Ketika al-Hasan, cucu Rasulullah, sakit menjemput ajalnya,

ia meminta izin pula untuk dimakamkan di “liang keempat” itu.

Bunda ‘Aisyah mengizinkannya sepenuh jiwa.

Tapi Marwan bin al-Hakam marah.

“Demi Allah, jika ‘Utsman pun dimakamkan di Baqi’,

mengapa al-Hasan harus dimakamkan bersama Rasulullah?” ujarnya.

Maka al-Hasan pun berpesan pada kerabatnya, Bani Hasyim:

“Jika harus sampai seperti itu,

maka tak butuh untuk dimakamkan di situ.

Makamkan saja aku di Baqi’,

berdamping dengan ibundaku, Fathimah…”

(Duhai, semoga Allah meridhai mereka selalu…)

*

Tinggallah Ibunda ‘Aisyah dan “kubur keempat” itu…

Tapi menjelang kematiannya,

meski (pasti) rindu meremuk jiwanya pada Sang Kekasih,

toh, akhirnya Bunda ‘Aisyah berpesan:

agar jasadnya dibumikan di Tanah al-Baqi’ sahaja.

“Kebumikan aku bersama

‘sahabat-sahabatku’ (baca: para istri Rasulullah lainnya)…”

Ibnu Hajar al-‘Asqalany  –rahimahullah-

menjelaskan alasan Bunda ‘Aisyah untuk itu:

“…aku takut kelak orang-orang memujiku untuk sesuatu

yang sebenarnya tak kumiliki,

hanya karena aku dimakamkan di situ,

tidak sama dengan istri-istri beliau lainnya.

Sehingga disangka: aku punya keistimewaan lebih

hingga layak dimakamkan di situ…”

Ibnu Hajar mengatakan lagi:

“…ini adalah puncak ketawadhuan

dan rendah hati dari beliau…”

(Fath al-Bary, 13/305)

Semoga Allah meridhainya selalu.

*

Kisah “liang kubur keempat” itupun masih berlanjut…

Umar bin ‘Abd al-Aziz, khalifah shalih tersohor itu

pernah pula diberi “nasihat” di menjelang ajalnya:

“Wahai Amirul mukminin…

Andai Tuan berangkat ke Madinah sekarang.

Hingga jika Allah takdirkan kematian,

Tuan dapatlah dibumikan di tempat ‘kubur keempat’

bersama Rasulullah…”

Tapi hamba yang sadar diri,

selalu punya jawaban indah untuk apapun.

Umar bin ‘Abd al-‘Aziz menjawab:

“Demi Allah,

jika Allah mengadzabku dengan adzab selain neraka,

itu jauh lebih kusukai daripada jika Allah mengetahui:

bahwa dari dalam hatiku terbersit rasa pantas diriku

untuk berada di sana!”

(Fiqh al-Nafs, hal. 29)

Maka hamba yang shalih

-jika ia memang sungguh shalih-:

takkan pernah menepuk dada,

takkan pernah meninggi hati,

karena ia tahu lumuran dosanya:

tak terkira banyaknya, meski manusia tak menghirupnya!

*

Itulah kisah “Liang Kubur Keempat”.

Kisah tentang cinta dan rindu.

Kisah tentang pengorbanan.

Kisah tentang kelapangan dada dan jiwa.

Kisah tentang kerendahan hati.

Kisah tentang kesadaran akan kadar diri yang hina.

Kisah tentang sebuah akhir yang pasti datangnya.

Dan tinggallah “Liang Kubur Keempat” itu

hingga hari ini menanti kisahnya sendiri…

(Sebagian ulama menyebutkan:

Liang Kubur Keempat” itu akan menjadi

tempat Nabi Isa –‘alaihissalam– dibumikan.

Tapi hadits tentang itu didha’ifkan oleh ulama yang lain.

Wallahu a’lam bi al-shawab...)

Akhukum,

Muhammad Ihsan Zainuddin

Promo Haji Plus 2024, Ada Cashback Rp. 23 Juta Jika Daftar Berempat, Berangkatnya Tahun Ini!

Udin Muna

Udin Muna adalah da'i dan jurnalis Luwuk Today. Pria kelahiran 1980 ini menyukai dunia tulis dan jurnalistik sejak kuliah. Saat ini mukim di Bogor Jawa Barat sebagai guru ngaji. Untuk menyalurkan hobi menulisnya disalurkannya melalui www.luwuk.today dan media lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button