KH. Zaitun Rasmin Prediksi Tren Cadar Akan Seperti Kasus Jilbab Tahun 80-an


Luwuk.today, Jakarta – Prediksi tren cadar, Ketua Umum Wahdah Islamiyah KH. Muhammad Zaitun Rasmin memprediksi, fenomena dan dampak dari wacana pelarangan cadar saat ini akan mengulangi sejarah ‘’revolusi jilbab” yang sempat heboh tahun 1980-an.
Hal itu disampaikan Ustadz Zaitun Rasmin (UZR) saat membahas masalah cadar di forum Indonesia Lawyers Club TV One yang tayang Selasa (5/11/2019) mengangkat tema “Apa dan Siapa yang Radikal?”.
“Belajarlah dari sejarah, dahulu tahun delapan puluhan, saya masih SMA kelas III (1980), 80an jilbab dilarang di sekolah negero, alasannya persis sekarang, klise, bahwa ini aturan. Kepala-kepala sekolah memecat dengan tega siswi-siswi yang berjilbab itu, hanya dengan alasan tidak sesuai dengan aturan’, kisahnya.
“Tapi apa yang terjadi? Satu orang siswi dipecat di satu sekolah, muncul sepuluh orang siswi berjilbab di sekolah lain. Sepuluh orang dipecat, muncul seratus orang berjilbab. Akhirnya justru yang memecat siswinya tersebut yang dipecat,” lanjutnya.
Kesadaran untuk bercadar dan bercelana cingkrang, kata Ustaz Zaitun, tidak bisa dicegah. Menurutnya hal itu adalah hukum global. Saat ini informasi cepat dan guru atau sumber informasi tidak bisa lagi dibatasi.
Waskjen MUI ini berharap agar sesuatu yang sudah jelas dasarnya harus dihormati. Kalaupun ada yang menganggap hal itu masih ikhtilaf, maka Ustaz Zaitun meminta agar dikembalikan ke MUI, atau NU maupun Muhammadiyah agar tidak bebas nilai.
Kendati demikian, Ustaz Zaitun tidak menampik adanya paham-paham radikal dari oknum-oknum umat Islam.
“Bahkan sejak zaman awal Islam, sudah ada Khawarij yang membawa korban tidak sedikit. Ada golongan Syiah, salah satu sektenya yaitu Qaramitah pernah membunuh 30 ribu lebih jamaah haji dan mencuri Hajar Aswad. Demikian pula liberalisme pemikiran dalam berislam,” kata Ustaz Zaitun.
Lebih lanjut Ustaz Zaitun menjelaskan, bahwa orang-orang yang membawa paham liberalisme, atau pemikiran Muktazilah bisa menjungkirbalikkan apa yang telah disepakati para ulama. Padahal, anggap dia, tidak boleh lagi ada pendapat berbeda kalau sudah ada ijmak, karena ijmak tidak mungkin salah. Ia kemudian mengutip hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menegaskan bahwa umat Islam tidak akan bersepakat di atas kesesatan.
“Bersyukur banyak orang yang punya komitmen agama yang tinggi, pakai cadar, atau celana cingkrang, tapi tetap berpemahaman yang wasathiyah (pertengahan),” katanya.
Ustaz Zaitun kemudian memperkenalkan ormas yang dipimpinnya, Wahdah Islamiyah. Wahdah sendiri tidak mewajibkan kadernya bercadar, tetapi banyak yang menggunakannya. Namun tidak seorang pun dari mereka yang berpemahaman ekstrem.
“Mereka tetap menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tetap bersosialisasi, bahkan terhadap orang-orang di luar Islam sekalipun tetap bersikap baik,” tegasnya.
Menanggapi pengaitan cadar dan celana cingkrang dengan radikalisme ia menampik hubungan langsung cadar dan celana cingkrang dengan radikalisme.
“Tidak ada hubungan langsung antara cadar dan celana cingkrang dengan radikalisme yang negatif. Karena itu, menurutnya perlu ada indikator yang jelas seseorang itu dikatakan radikal”, jelasnya.
Hal ini menurutnya penting agar tidak ada korban-korban dari anak bangsa atas nama memberantas radikalisme. []