Jaga Keberlangsungan Ekosistem Perfilman
KEBERADAAN festival film yang memberikan ruang kompetisi bagi mahasiswa dan pelajar menjadi medium yang melahirkan sejumlah film dengan ide segar dan karakter yang menarik. Karya dari para pelajar pun dapat menimbulkan perdebatan sengit dan menunjukkan kualitas yang mumpuni.
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bisa dibilang salah satu yang konsisten menghelat festival film bagi pelajar dan mahasiswa. Tahun ini ialah kali ke-11 dari Ucifest, yang merupakan perhelatan rutin Program Studi (Prodi) Film UMN.
Nasrudin Mardiansyah bersama teman-temannya di SMAN 1 Krian, Sidoarjo, ialah salah satu peserta yang bersinar di Ucifest tahun ini. Pada September tahun lalu, Nasrudin menggarap film berjudul Imaji. Syuting berlangsung selama 6 hari. Bujetnya sekitar Rp1 juta, yang digunakan untuk sewa peralatan produksi dan sisanya untuk biaya konsumsi.
Film pendek itu dikerjakan sendiri oleh Nasrudin dan teman-temannya. “Beberapa teman yang juga sebelumnya saya percayai terlibat dalam film pendek saya. Ada Purwo Diva, Lutfiah Rahmadini, dan lainnya. Kami didampingi oleh bapak ibu guru dalam proses perizinan lokasi syuting serta pendanaan,” kata Nasrudin saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (28/4).
Imaji berkisah tentang seorang siswa yang memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Film tersebut menggambarkan perubahan sikap si siswa dari yang mulanya penyendiri menjadi pribadi yang mau bergaul dengan teman lainnya. Selain itu, juga memperlihatkan perubahan sikap teman-teman sekolahnya.
Imaji menjadi pemenang dalam ajang UMN Animation & Film Festival (Ucifest) 11 yang berlangsung 21-22 April silam kategori fiksi pelajar. Ia menyisihkan 42 pesaingnya di kategori ini.
Sementara itu, Abimanyu Fajrul Falah, siswa jurusan multimedia di SMKN 1 Jombang, mengirimkan karya animasinya berjudul Ani dan Pensil Ajaib. Ide didapat Abi dari pengalamannya.
“Saya punya teman yang setiap ada tugas selalu nyontek ke saya. Hidupnya selama di sekolah selalu bergantung ke teman-temannya. Saya yakin sebenarnya dia pintar, tapi enggak mau berusaha untuk menjadi pintar. Nah, itu semua saya aplikasikan dengan visual anak-anak. Dari sana muncul ide untuk dikembangkan dan diolah lagi menjadi cerita untuk animasi,” jelas Abi.
Film animasi yang digarapnya selama sekitar tiga pekan itu membuahkan hasil. Ani dan Pensil Ajaib dinobatkan sebagai pemenang di Ucifest 11 kategori animasi pelajar. Kategori ini jika dibandingkan dengan kategori-kategori lain di Ucifest merupakan yang paling sedikit pengirimnya, hanya ada tujuh film animasi pelajar yang dikompetisikan. Ini juga terjadi pada penyelenggaraan sebelumnya.
“Melihat arsip festival kami tahun lalu, kecenderungan ini pun sama. Mungkin hal ini terjadi karena institusi yang menaungi masing-masing kategori berbeda secara kuantitas. Dalam artian, institusi pendidikan untuk produksi film fiksi mahasiswa cenderung lebih banyak dibandingkan institusi pendidikan animasi pelajar. Pasti ada aspek-aspek lain yang tidak ditemukan oleh Ucifest 11. Namun, berdasarkan kecenderungan tersebut, salah satu aspeknya ialah kuantitas institusi pendidik,” ungkap Direktur Artistik Ucifest 11, Citra Marcellinus.
Metamorfosis
Tahun ini, Ucifest mengusung tema Metamorfosis, gagasan perubahan manusia secara signifikan yang ditunjukkan melalui media film. “Tahun ini adalah tahun peralihan dekade. Peralihan ini sering kali dianggap oleh kebanyakan orang sebagai masa membenahi diri atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sebagai pemacu perubahan diri mereka. Istilah ‘metamorfosis’ dianggap mewakili perubahan tersebut,” jelas Marcellinus.
Dari tema tersebut, beberapa di antara pemenang juga menggunakan sudut pandang anak-anak dalam karya mereka. Selain dalam animasi karya Abimanyu, tokoh anak juga muncul lewat film Kepala Semangka garapan Egi Gerhanandi, mahasiswa Fakultas Film dan Televisi (FFTV) IKJ. Filmnya keluar sebagai pemenang kategori fiksi mahasiswa. Egi menuturkan, ide filmnya datang dari sang editor yang memiliki keresahan semasa kecil mengenai mitos memakan buah dengan bijinya bisa membuat biji tersebut tumbuh dalam perut.
“Di Indonesia, mitos itu cukup populer mungkin sampai hari ini. Anak-anak sebagai subjek di Kepala Semangka sebenarnya sedang berada dalam proses pertumbuhan. Pertumbuhan imajinasi yang dipengaruhi lingkungan sekitarnya sehingga dari visual kami coba menggambarkan imajinasi anak yang sangat luas tersebut,” jelas Egi.
Kejutan
Hal yang tidak disangka para juri, yang terdiri atas sutradara Riri Riza, Direktur Program In-Docs Amelia Hapsari, VFX artist Kelik Wicaksono (Wiro Sableng dan Ratu Ilmu Hitam), serta Danu Murti (dosen IKJ), ialah kualitas karya film-film yang dikerjakan para pelajar. Bahkan, untuk menentukan Imaji sebagai pemenang kategori fiksi pelajar, diakui Marcellinus sebagai direktur artistik melewati perdebatan alot para juri. karya-karya dari pelajar ini tidak kalah dengan karya yang diproduksi mahasiswa.
“Juri melihat ada salah satu kategori yang cukup mengejutkan, yaitu fiksi pelajar yang menunjukkan kualitas teknis dan isu secara keseluruhan dengan baik dan bertanggung jawab. Pemilihan pemenang untuk kategori ini berlangsung sengit dan cukup lama hingga akhirnya diputuskan bahwa film berjudul Imaji yang menjadi pemenangnya,” cerita Marcellinus.
Festival daring
Ucifest merupakan acara tahunan yang mulanya bernama Ulcifest (Ultima Cinema Festival). Dulunya, kompetisi ini hanya ditujukan bagi sesama mahasiswa UMN. Pertama kali diadakan pada 2011, dengan dua kali penyelenggaraan (Ulcifest 1 dan 2). Pada 2013, Ulcifest juga diadakan dua kali (untuk ke-3 dan ke-4). Namun, sejak penyelenggaraan ke-6, kompetisi dibuka untuk kalangan mahasiswa seluruh Indonesia.
“Ucifest adalah praktik dari mata kuliah film festival theories and practice. Karena alasan ini, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengadakan Ucifest 11 sebagai bentuk konsistensi Universitas Multimedia Nusantara pada program studi film, khususnya dalam mengapresiasi karya-karya film pendek mahasiswa dan pelajar,” jelas Direktur Festival, Jason Christian.
Tahun ini juga menjadi yang pertama kalinya Ucifest berlangsung secara daring akibat pandemi covid-19. Para penonton yang mendaftar dikirimi tautan melalui surel. Film-film diputar di kanal Youtube pada waktu tertentu dan tidak dapat diakses publik. “Untuk menjaga keamanan karya, kami juga segera men-take down setelah jadwal menonton selesai,” imbuh Jason.
Total ada 224 karya film yang masuk. Terbanyak, ada di kategori fiksi mahasiswa dengan jumlah 120. Sementara itu, pada kategori lain, tidak ada yang mencapai jumlah 50 karya, hanya fiksi pelajar menjadi terbanyak kedua dengan 43 film yang masuk. Khusus untuk para pemenang dari kategori pelajar, mereka mendapatkan beasiswa pendidikan di UMN.
Sebagai salah satu festival film yang mengapresiasi karya pelajar dan mahasiswa, Jason menganggap Ucifest menjadi penting untuk tetap hadir. “Festival film baiknya menunjang dan menjadi salah satu elemen yang penting untuk menjadikan ekosistem perfilman berangsur-angsur sehat,” tutup Jason. (M-2)
Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/309723-jaga-keberlangsungan-ekosistem-perfilman
Kategori : Media Eksternal