Enam Kades Banggai Dicopot Sementara Gegara Main Politik di PSU

Luwuk.today, Banggai – Enam Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, diberhentikan sementara dari jabatannya karena diduga terlibat dalam politik praktis saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 5 April 2025. Keputusan ini resmi dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Banggai yang ditandatangani pada 9 Mei 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banggai, Hasan Bashwan M. Dg. Masikki, S.STP., M.Si, menjelaskan bahwa pemberhentian ini merupakan respons atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 29 Huruf B, yang melarang kepala desa mengambil keputusan yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, pihak lain, atau golongan tertentu.
“Hasil evaluasi dan klarifikasi menunjukkan indikasi kuat bahwa keenam kades ini melanggar netralitas selama PSU. Pemberhentian sementara ini untuk menjaga marwah dan etika pemerintahan desa,” ungkap Hasan, Jumat (9/5/2025).
Keenam kepala desa yang dicopot sementara adalah:
- Fenny Sangkaning Rahayu (Desa Simpang Dua, SK Nomor: 400.10/1535/DPMD Tahun 2025)
- Indri Yani Madalombang (Desa Gonohop, SK Nomor: 400.10/1536/DPMD Tahun 2025)
- Ruhyana (Desa Mansahang, SK Nomor: 400.10/1537/DPMD Tahun 2025)
- Musatafa (Desa Tirta Sari, SK Nomor: 400.10/1538/DPMD Tahun 2025)
- H. Manippi (Desa Jaya Kencana, SK Nomor: 400.10/1539/DPMD Tahun 2025)
- Sudarsono (Desa Sentral Sari, SK Nomor: 400.10/1540/DPMD Tahun 2025).
Menurut Hasan, keputusan ini didasarkan pada laporan masyarakat dan pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang kemudian diverifikasi oleh DPMD. Setelah dikaji secara mendalam, ditemukan bukti cukup untuk memberhentikan mereka sementara demi menjaga stabilitas dan integritas pemerintahan desa.
“Kades yang terlibat politik praktis berisiko memicu konflik sosial dan mengganggu pelayanan publik. Mereka harus netral, bukan ikut dalam dinamika politik,” tegas Hasan.
Ia menambahkan bahwa proses pengambilan keputusan dilakukan dengan cermat, mempertimbangkan aspek hukum, etika birokrasi, dan dampak sosial. Hasan berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi kades lainnya untuk menjaga profesionalitas dan tidak terjebak dalam politik praktis.
Pemberhentian ini juga menjadi sinyal kuat dari pemerintah daerah bahwa pelanggaran netralitas, terutama pada momen krusial seperti PSU, tidak akan ditoleransi. “Jabatan kades adalah amanah, bukan alat untuk kepentingan politik,” pungkas Hasan.