
Cobaan sebagai Penebus Dosa
Budi Handrianto
Menjadi seorang muslim yang mengetahui kemurahan dan kasih sayang Allah sungguh beruntung. Jika mendapat nikmat kemudian bersyukur, maka nikmat tersebut malah akan ditambah. Dan jika menerima musibah kemudian ikhlas dan bersabar maka musibah itu sebagai penebus dosa baginya. Sungguh Allah Maha Pemurah.
Musibah banjir yang dialami saudara-saudara kita, terutama di wilayah Bekasi, memang membuat kita semua sedih. Namun janganlah kesedihan itu berujung pada ketidakikhlasan menerima cobaan dari Tuhan. Jika ikhlas dan sabar maka musibah itu akan menjadi penebus atau penggugur dosa. Jangankan mendapatkan musibah banjir (dengan berbagai skala), kaki tertusuk duri pun Allah gugurkan satu dosa kita. Sabda Nabi saw, “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Bayangkan, tertusuk duri saja Allah hapuskan dosa, apalagi terkena musibah banjir dan kehilangan/kerusakan harta benda. Syaratnya, ikhlas dan sabar.
(BACA JUGA: Enam Pelajaran Penting dari Peristiwa Banjir di Awal Tahun 2020)
Cobaan yang diterima kaum muslimin kadang sebagai “persekot” baginya di akhirat. Musibah itu justru bukti sayangnya Allah pada kita. Ada seorang sahabat Nabi yang melihat wanita cantik yang dikenalnya sejak zaman jahiliyah. Maka, diajaknya berbicara kemudian ditinggalkannya. Tetapi sahabat tersebut berjalan sambil menoleh kepada wanita itu sehingga terbentur kepalanya ke dinding dan membekas di jidatnya. Lalu hal ini diadukannya kepada Nabi saw dan kemudian beliau bersabda, “Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Jadi, bergembiralah wahai penerima cobaan dari Allah.
Bagaimana hukuman itupun bisa menggugurkan dosa-dosa kita? Ketika surat an-Nisa ayat 123 yang berbunyi, “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu,” diturunkan, hal ini terasa berat bagi kebanyakan sahabat. Lalu Abu Bakar bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami bisa bergembira dengan turunnya ayat ini, sedangkan semua perbuatan buruk yang kami lakukan, maka kami akan mendapat balasannya?” Maka Nabi saw bersabda, “Hai Abu Bakar, semoga Allah memberikan ampunan kepadamu, bukankah kamu pernah sakit, bukankah kamu pernah mengalami kepayahan, bukankah kamu pernah mengalami kesedihan, bukankah kamu pernah tertimpa musibah?” Abu Bakar menjawab, “Memang benar.” Nabi saw bersabda, “Itu termasuk balasan yang ditimpakan kepadamu.” (HR Ahmad)
Maka, bagi mukmin yang tertimpa musibah, termasuk musibah banjir yang sekarang ini tengah terjadi, adalah ‘hukuman’ Allah yang disegerakan di dunia dan Allah tidak lagi menghukumnya di akhirat (alhamdulillah). Sekali lagi, syaratnya harus ikhlas dan sabar. Hal ini kita buktikan dengan kita tidak mengeluh. Abdullah bin Mubarak berkata, “Musibah itu hanya satu penderitaan. Namun jika mengeluh akan maka menjadi dua. Satu penderitaan karena musibah, satu penderitaan karena hilangnya pahala dari musibah yang semestinya kita terima.” Sungguh sayang kan?
(BACA JUGA: Anies: Pemprov DKI Fokus Tangani Dampak Banjir dan Tetap Siaga Selama Musim Penghujan)
Kesedihan, penderitaan, dan cobaan yang menimpa kaum mukminin di dunia bukanlah segalanya. Derita tersebut hanya sekecil “kuku hitam” jika dibanding pahala dan ganjaran yang akan diterima di akhirat kelak. Dalam hadits riwayat Muslim Nabi saw mengisahkan:
Akan dihadapkan saat kiamat tiba
Orang paling mewah di dunia
Lalu dicelup ke dalam neraka
Cuma sejenak saja
Maka keluarlah ia
Terbakar hitam legam rupa dan tubuhnya
Ditanyakanlah padanya
“Pernahkah kau rasakan suka cita
Ketika dahulu kau di dunia?”
“Tidak,” jawabnya
“Aku selalu dalam derita
Sejak diriku dicipta.”
Selanjutnya didatangkan manusia
Paling berat deritanya di dunia
Kemudian dimasukkan dalam surga
Cuma sejenak saja
Maka tampaklah mukanya
Bersinar bagai bulan purnama
Saat ia ditanya
“Pernahkan kau merasakan derita
Selama hidup di dunia?”
“Tidak,” jawabnya
“Aku dalam nikmat dan suka cita
Sejak aku dicipta.”
Maka ikhlas dan sabarlah menghadapi derita. Seperti judul roman karya Tulis Sutan Sati, “Sengsara Membawa Nikmat”, insya Allah musibah ini membawa banyak hikmah dan kebahagiaan di masa depan.