Butuh Rencana Strategis Rinci Untuk Pulihan Ekonomi Pascapandemi
TEKANAN ekonomi akibat pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) begitu mendalam. Krisis yang diakibatkan bahkan jauh lebih parah ketimbang krisis ekonomi yang pernah terjadi sebelumnya. Jika krisis terdahulu hanya memukul sisi permintaan, maka saat ini yang terpukul adalah sisi permintaan dan penawaran sekaligus.
Hal itu ditegaskan Menteri Perdagangan 2016-2019 Enggartiasto Lukita dalam webinar bertajuk Entepreneurship: Making a Difference in this New Era, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Prasetiya Mulya (IKAPRAMA), Sabtu (27/6).
“Covid-19 telah mengguncang dunia, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dan lockdown yang berkepanjangan disertai dengan kemungkinan gelombang kedua dan ketiga meningkatkan ketidakpastian ekonomi. Ini akan menurunkan permintaan dan penawaran di seluruh dunia, secara bersamaan,” kata Enggar.
Karena yang terpukul adalah penawaran dan permintaan sekaligus, maka ekonomi semua negara mengalami kontraksi. Ekonomi global diperkirakan menyusut 3%, ekonomi negara maju akan mengalami penurunan 6,1%, dan ekonomi negara berkembang tumbuh hanya 1% pada 2020.
“Ekonomi Jerman diperkirakan anjlok 7%, , AS 5,9%, dan Jepang 5,2%. Sementara itu, Cina dan India diperkirakan tumbuh hanya antara 1,2-1,9%,” kata Enggar.
Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Diprediksi Kontraksi Hingga -3,8%
Kontraksi ekonomi juga terjadi di Indonesia. Dalam skenario terbaik, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh maksimal 0,5% pada 2020. Pada kuartal pertama tahun ini ekonomi masih mencatat pertumbuhan 2,97%, namun pada kuartal kedua, diprediksi akan tumbuh merosot 3,1-3,8%.
Enggar mengatakan, Indonesia membutuhkan sikap kebijakan yang jelas dan rencana strategis yang terperinci untuk menghadapi krisis ini. Tidak bisa bergerak hanya dengan asumsi-asumsi pasar yang tidak pasti. Semua hal harus dipikirkan dengan sangat detail dan terperinci.
“Semua harus jelas, sesuai data, dan terperinci. Misalnya dalam dunia usaha, kita harus bicara secara rinci satu persatu, apa yang perlu kita impor dan bisa kita ekspor ke setiap negara,” kata Enggar.
Menurut Enggar, sikap detail dan terperinci itu juga dipakai dalam menganalisis potensi pasar ekspor di sejumlah negara. Meski permintaan global menurun, Enggar yakin ada strategi yang bisa diterapkan agar Indonesia mampu mempertahankan ekspor produk-produk utamanya, terutama yang sulit untuk diganti dan dibutuhkan oleh dunia, seperti batu bara, minyak kelapa sawit , dan produk-produk berbasis pertanian.
“Tentu ini butuh kolaborasi yang kuat antara pengusaha dan pemerintah,” katanya.
Selain pasar ekspor, yang juga harus menjadi perhatian tentunya adalah pasar domestik. Di tengah permintaan dunia yang rendah, kata dia, pasar domestik harus diperkuat. Untuk memperkuat pasar domestik, Enggar meminta pemerintah memerhatikan pasokan komoditas dasar serta dukungan terhadap usaha kecil dan menengah.
“Bahan pokok harus diperhatikan. Dalam kondisi seperti ini, kelangkaan bahan pokok tidak boleh terjadi. Distribusi harus lancar, tentu dengan harga yang wajar,” katanya.
Menjaga harga, menurut Enggar, adalah keharusan. Pandemi membuat daya beli masyarakat turun. Padahal, konsumsi domestik adalah penopang utama ekonomi Indonesia. Kalau dalam kondisi seperti ini harga sembako tidak stabil, maka sulit berharap ekonomi Indonesia bisa bangkit.
Baca juga : Ada Lomba Video New Normal Untuk Pemda, Ini Penjelasan Menkeu
“Menjaga harga itu harus dibarengi juga dengan menjaga daya beli. APBN kita harus diarahkan pada berbagai proyek padat karya di daerah. Itu harus. Tanpa itu sulit. Walaupun dari sisi penerimaan negara dari proyek itu sangat terbatas. Tetapi dari sisi menjaga daya beli itu sangat membantu,” kata Enggar.
Enggar mengatakan, langkah-langkah pemerintah dalam menahan daya beli untuk menjaga konsumsi, menjaga pasar domestik dan pasar ekspor, semua itu harus dibuat dalam satu sikap kebijakan yang padu dan rencana strategis yang terperinci. Jika itu dilakukan, Enggar optimistis ekonomi Indonesia akan bertahan dengan baik di tengah terpaan pandemi.
“Ada kutipan yang sesuai dengan ini, ‘hope is good, but hope is not a strategy’. Jadi semua langkah harus padu, satu kesatuan dalam sikap dan arah kebijakan yang jelas dan rinci,” kata Enggar.
Enggar mengingatkan pesan yang selalu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo agar selalu optimistis dan di setiap persoalan pasti ada peluang. Enggar mengajak para entrepreneur untuk terus berusaha dan berupaya melakukan terobosan serta memanfaatkan peluang.
Webinar IKAPRAMA Sabtu (27/6) diprakarsai Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Juan Permata Adoe yang juga salah satu kandidat ketua umum IKAPRAMA. (RO/OL-7)
Kategori : Media Eksternal