Bupati Manggarai Timur-Uskup Ruteng akan Dialog soal Pabrik Semen
BUPATI Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Andreas Agas membuka diri untuk berdialog dengan Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat terkait pro-kontra pembangunan pabrik semen.
“Kami akan bertemu pada Senin (4/2). Agenda pertemuan mungkin terkait pandemi virus korona atau covid-19, tapi pasti kami diskusikan soal pro-kontra pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur,” kata Agas kepada Media Indonesia, Sabtu (2/5).
Sebelumnya Uskup Sipri menolak pembangunan pabrik semen. Gereja hanya mendukung kegiatan investasi yang menjunjung tinggi keadilan, menghargai martabat manusia, dan tidak merusak lingkungan hidup.
Baca juga: Tolak Pabrik Semen di Matim, Viktor: NTT Butuh Semen
Menurut Uskup Sipri, sikap gereja Manggarai sangat jelas dan tegas dan telah disampaikan dalam pernyataan divisi Justice, Peace, Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng.
Dalam pernyataan JPIC disebutkan pihaknya meminta kepada Bupati Manggarai Timur untuk melakukan pengawasan yang ketat dan memberikan perlindungan kepada masyrakat Luwuk dan Lengkololok.
Baca juga: Uskup Ruteng Tolak Rencana Pabrik Semen di Manggarai Timur
Agas mengakui sudah membaca dokumen JPIC dan dirinya sependapat. Karena itu, ia minta gereja dan seluruh komponen masyarakat untuk mengawasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). “Sejauh ini amdalnya belum ada,” katanya.
Menurut Agas, pembangunan pabrik semen itu masih pada tahap negosiasi antara perusahaan dan masyarakat pemilik tanah. Kata dia, sudah ada kesepakatan di antara mereka.
Ia menjelaskan, lokasi tambang batu gamping sebagai bahan baku semen terletak di wilayah Lengkololok. Dari 103 orang pemilik lahan, 101 orang sudah menyatakan setuju.
Lokasi pabrik semen, kata Agas, terletak di wilayah Luwuk. Dari 72 orang pemilik lahan di wilayah itu, 65 orang sudah setuju. “Poin-poin kesepakatan mereka antara lain harga tanah nonsertifikat Rp12 ribu/m2, harga lahan bersertifikat Rp14 ribu/m2,” katanya.
Agas menjelaskan, kegiatan di lokasi pabrik semen saat ini masih melakukan patok lahan. Setelah itu antara pemilik lahan dan perusahaan akan mengikat perjanian di notaris.
Khusus untuk warga di wilayah Lengkololok, kata Agas, semua sepakat untuk pindah ke dataran rendah. Pihak perusahaan sudah menyanggupi untuk membangun rumah warga beserta fasilitasnya. “Ditambah uang kompensasi pindah Rp150 juta/keluarga, uang prabot Rp50 juta. Pembayaran dilakukan secara bertahap, saat ini warga sudah mendapatkan uang muka Rp10 juta,” kata Agas.
Agas mengajak Keuskupan Ruteng dan LSM untuk sama-sama mengawasi Amdal yang akan dibuat setelah perusahaan bersepakat dengan warga. “Otoritas Amdal ada di provinsi, mari kita bersama-sama mengawasinya,” kata Agas. (X-15)
Kategori : Media Eksternal