BPJS Defisit 32,84 triliun, “Bagaimana Nasib Masyarakat Miskin”


Foto : LuwukToday Jkt/Anwar
Luwuk Today, Jakarta – Defisit BPJS Kesehatan saat ini sebesar Rp 32,84 triliun. Rapat yang digelar digedung DPR RI dengan pemerintah Senin 02/09/2019, anggota Komisi IX dan XI DPR menyatakan sikap sepakat, menolak rencana pemerintah menaikkan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sikap DPR RI menolak kenaikan iuran BPJS disampaikan Komisi IX dan XI DPR RI dianggap, bertentangan dengan Defisit anggaran mencapai Rp 183 Triliun. 48.6 persen dari APBN. Kaitan dengan defisit anggaran, pada rapat kerja 27/08/2019, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran lebih dari 100 persen. Kenaikan iuran BPJS dinilai adalah cara menutupi defisit setiap tahun yang makin membengkak.
Sekaitan dengan adanya keterangan defisit yang dihadapi BPJS. Dikutip dari laman iNiws.id keterangan Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, bila tidak dinaikkan maka defisit BPJS Kesehatan membekakan sekitar Rp 77,8 triliun di tahun 2024”. Untuk mengatisipasi terjadinya pembekakan yang dihadapi BPJS dibutuhkan cara menanggulangi bersifat policy mixed (bauran kebijakan) agar di tahun 2024 tidak terjadi pembekakan sekitar Rp 77,8 triliun.
Dampak defisit yang dihadapi BPJS melahirkan kebijakan kenaikan iuran BPJS, yang telah diklsifikasi dan di bahas anggota DPR RI untuk kenaikan tarif bagi peserta mandiri kelas I dan II. Sementara untuk peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) kelas III ditolak. Selain itu, catatan untuk JKN Pemerintah boleh menaikkan tetapi, telah menyelesaikan pembersihan data (data cleansing). Seperti peserta JKN kelas I tadinya hanya membayar Rp 80.000/ bulan dinaikkan menjadi Rp 160.000. Peserta JKN kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000. Sementara peserta JKN mandiri kelas III yang tadinya hanya membayar iuran sebesar Rp 25.500, naik menjadi Rp 42.000 per bulan. Dampak kebijakan kenaikan BPJS, sore 03/09/2019 menjadi tranding di medsos tagar #BatalkanKenaikan BPJS. (LuwukToday Jkt/Anwar)