AILA Indonesia: PBB Harus Hargai Negara-Negara yang Menolak LGBT

Luwuk.today, Jakarta – Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA Indonesia) mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk tidak memakasa Negara-negara yang menolak perilaku Gay Bisexual Transgender (LGBT). Desakan ini merupakan bagian dari rekomendasi laporan penelitian AILA Indonesia yang dituangkan dalam bentuk buku, “Transformasi Menuju Fitrah”; LGBT dalam Perspektif Keindonesiaan.
“PBB harus berhenti mempromosikan dan memaksakan isu-isu yang tidak universal agar diakui sebagai bagian dari HAM. Khususnya isu seperti LGBT”, ujar AILA melalui rilis pers, Ahad (29/12/2019).
Menurut AILA mayoritas negara yang memegang nilai-nilai moral yang berasal dari agama menolak perilaku ini.
“PBB juga harus mampu menghargai negara-negara yang menolak LGBT sebagai bentuk ‘margin of appreciation’, tegasnya.
Oleh karena itu, jelas AILA negara-negara yang tidak mengakui hak LGBT tidak boleh dipaksa untuk berubah, mengikuti pandangan partikular mereka.
“PBB ataupun lembaga profesi internasional lainnya juga sebaiknya tidak melarang para pelaku LGBT di Indonesia untuk menjalani terapi/konseling sesuai dengan keyakinan yang dianutnya”, tandasnya.
“Kampanye untuk mengubah keyakinan seseorang merupakan bentuk intoleransi yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang hakiki”, pungkasnya.
(Baca Juga: AILA Indonesia Luncurkan Buku “Transformasi Menuju Fitrah”: LGBT dalam Perspektif Keindonesiaan)
Untuk diketahui, Hak Asasi Manusia (HAM) yang kerap dijadikan argumen untuk mendukung perilaku LGBT. Argumentasi tersebut berasal dari nilai-nilai HAM partikular negara-negara Barat yang tidak dapat diterapkan secara universal ke seluruh dunia.
Sementara Indonesia memiliki hukum yang hidup dalam masyakat (the living law) berupa ajaran agama, adat, tradisi dan nilai-nilai lainnya. Meski tidak seluruhnya diformulasikan oleh negara, tetapi hukum itu hidup dalam alam pikiran dan kesadaran hukum masyarakat.
Pada beberapa sisi daya pengaruh living law ini bahkan mengalahkan pengaruh hukum positif di negara ini. Faktanya, living law inilah yang membentuk norma hukum Pancasila, dan hukum positif adalah alat untuk mengekspresikan living law tersebut.
Apalagi secara global, banyak negara yang tidak mengakui hak-hak LGBT. Sebagian di antaranya menunjukkan stance-nya dengan tidak mengakui pernikahan sejenis, melarang penyebaran materi berbau LGBT, dan ada pula yang mengkriminalisasi pelakunya bahkan hingga hukuman mati. Hal ini menunjukkan tidak ada pengakuan universal, bahkan tidak juga mayoritas, terhadap hak-hak pelaku LGBT.
Oleh karena itu sebagai respon atas diskurus ini AILA menyampaikan laporan dalam bentuk buku berjudul, “Transformasi Menuju Fitrah”: LGBT dalam Perspektif Keindonesiaan. Melalui buku ini AILA menyodorkan solusi penanganan LGBT berbasis keindonesiaan.
Masyarakat Indonesia jelas AILA memiliki nilai-nilai spiritualitas yang bersumber dari agama. Nilai-nilai agama merupakan salah satu nilai yang secara positif membantu para pelaku LGBT untuk kembali kepada fitrahnya.
Tuntutan pembaharuan hukum di Indonesia untuk mengatur perilaku LGBT harus dilandasi pandangan falsafah yang kokoh. Filosofi yang harusnya dikedepankan dalam menyikapi masalah kriminalisasi LGBT adalah, seseorang dilindungi bukan karena perlindungan tersebut dapat menimbulkan dampak terhadap orang lain, tetapi juga seseorang harus dilindungi dari perbuatan merusak dirinya sendiri.
Buku ini disusun oleh sejumlah pakar diantaranya; Dr. Dinar Dewi Kania, Meyrinda Rahmawaty Hilipito, S.H., M.H., Qurrata Ayuni, S.H., MCDR, Rita H. Soebagio, M.Si. Fajri Matahati Muhammadin, S.H., LLM, Ph.D (Cand), Dr. Tiar Anwar Bachtiar, Hasbi Aswar, S.Ip., M.A,Ph.D (Cand), Evi Risna Yanti, S.H., M.Kn, Ariesa Ulfa B.Sc. []